Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 8558 | 11 Dec 2024
Klinis : pasien datang setelah kecelakaan lalu lintas, tampak keluar darah dari hidung, suara nafas gurgling, terdapat luka lebam di dahi dada dan kedua tangan, terdapat luka lecet pada kedua kaki, luka robekan pada mulut
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Pendarahan Aktif
- SDKI: Pendarahan Aktif
- SLKI: Hemodinamik Stabil
- SIKI: Manajemen Perdarahan
2. Gangguan Jalan Napas
- SDKI: Gangguan Jalan Napas
- SLKI: Permeabilitas Jalan Nafas
- SIKI: Manajemen Jalan Napas
3. Kerusakan Integritas Kulit
- SDKI: Kerusakan Integritas Kulit
- SLKI: Integritas Jaringan
- SIKI: Perawatan Luka
Penjelasan Singkat:
1. Pendarahan Aktif:
- Pasien mengalami pendarahan aktif dari hidung, yang dapat mengancam keselamatan pasien.
- Tujuan perawatan adalah mencapai hemodinamik stabil dengan manajemen perdarahan yang efektif.
- Intervensi keperawatan dapat meliputi pengontrolan perdarahan, pemberian cairan/obat-obatan, dan pemantauan tanda-tanda vital.
2. Gangguan Jalan Napas:
- Pasien mengalami gangguan jalan napas yang ditandai dengan suara nafas gurgling, yang dapat mengancam fungsi pernapasan.
- Tujuan perawatan adalah mempertahankan permeabilitas jalan napas yang efektif.
- Intervensi keperawatan dapat mencakup pembebasan jalan napas, pemberian oksigen, dan manajemen sekresi/lendir.
3. Kerusakan Integritas Kulit:
- Pasien memiliki luka-luka di beberapa bagian tubuh, seperti luka lebam, lecet, dan robekan pada kulit.
- Tujuan perawatan adalah memperbaiki integritas jaringan kulit yang rusak.
- Intervensi keperawatan dapat meliputi perawatan luka, pencegahan infeksi, dan promosi penyembuhan.
Dalam memberikan perawatan, perawat harus mempertimbangkan pendekatan holistik, berpusat pada pasien, dan kolaborasi dengan tim multidisiplin untuk memastikan pemulihan yang optimal bagi pasien. -
Article No. 8559 | 11 Dec 2024
Klinis : Tn. A datang ke klinik Syifa' dengan keluhan gatal-gatal di leher belakang, ditemukan terdapat bercak merah, bersisik dan lebar putih berlapis. Pasien mengeluh tidak nyaman akan kondisi saat ini, pasien tampak gelisah karena kondisinya, TD: 140/80, N 90x/menit.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan memperhatikan kondisi yang Anda paparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi Aktivitas
Penjelasan:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang diinginkan atau diperlukan secara mandiri.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Kemampuan individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dilakukan untuk membantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Pada kasus ini, pasien tampak gelisah dan tidak nyaman dengan kondisinya, sehingga dapat mempengaruhi toleransi aktivitas sehari-hari.
2. Gangguan Kenyamanan: Pruritus
Penjelasan:
- SDKI: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kulit.
- SLKI: Kemampuan individu untuk merasakan kenyamanan dalam konteks fisiologis dan psikologis.
- SIKI: Intervensi yang dilakukan untuk membantu pasien dalam mengatasi rasa gatal yang dialami.
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan gatal-gatal di leher belakang, yang dapat mengganggu kenyamanan pasien.
Berdasarkan data yang diberikan, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Manajemen Aktivitas: Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan kemampuannya.
2. Manajemen Pruritus: Memberikan informasi dan edukasi mengenai pengelolaan rasa gatal, serta intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa gatal, seperti penggunaan obat topikal, kompres dingin, atau terapi non-farmakologis.
Diharapkan dengan intervensi keperawatan yang tepat, pasien dapat meningkatkan kenyamanan dan toleransi aktivitasnya. -
Article No. 8560 | 11 Dec 2024
Klinis : Hari pertama bekerja di toko perkakas rumah, Blake yang berusia 18 tahun memotong pita logam di sekeliling tumpukan kayu. Pita logam itu terbalik dan melukai pipi hingga dahinya, termasuk mata di sisi kiri wajahnya. Blake dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat oleh manajer. Dokter unit gawat darurat menutup luka sayatan kulit, membalut mata kiri dengan salep antibiotik, dan menempelkan plester tekanan. Tidak diketahui apakah konsultasi oftalmologi diminta. Menginstruksikan pasien untuk menemui dokter mata, "Hal pertama di pagi hari untuk abrasi kornea yang parah". Blake dan Ibunya berada di pintu kantor ketika staf datang. Blake sangat kesakitan dan mual.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Kerusakan Integritas Kulit (00046): Kerusakan epidermis dan/atau dermis yang disebabkan oleh agen fisik, kimia, mekanik, atau biologis.
2. Nyeri Akut (00132): Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, dengan onset tiba-tiba atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat.
3. Risiko Infeksi (00004): Peningkatan risiko organisme patogen untuk menyerang sistem pertahanan hospes.
4. Ansietas (00146): Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kerusakan Integritas Kulit:
- Kriteria Hasil: Luka akan sembuh tanpa komplikasi.
- Indikator: Luka tertutup, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan tidak ada komplikasi.
2. Nyeri Akut:
- Kriteria Hasil: Nyeri terkontrol.
- Indikator: Pasien melaporkan nyeri berkurang, dapat beristirahat dengan tenang, dan tidak menunjukkan ekspresi wajah kesakitan.
3. Risiko Infeksi:
- Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Indikator: Tidak ada peningkatan suhu tubuh, tidak ada drainase, dan tidak ada kemerahan di sekitar luka.
4. Ansietas:
- Kriteria Hasil: Ansietas terkontrol.
- Indikator: Pasien dapat mengungkapkan kekhawatirannya, dapat beristirahat dengan tenang, dan menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Kerusakan Integritas Kulit:
- Perawatan luka: Membersihkan luka, menerapkan salep antibiotik, dan membalut luka dengan perban steril.
- Pemantauan luka: Memeriksa tanda-tanda infeksi, perdarahan, dan penyembuhan luka.
- Edukasi pasien: Mengajarkan pasien dan keluarga cara merawat luka dan menjaga kebersihan.
2. Nyeri Akut:
- Manajemen nyeri: Memberikan analgesik sesuai dengan instruksi dokter, menerapkan kompres dingin pada area luka, dan mengajarkan teknik relaksasi.
- Pemantauan tanda-tanda vital: Memeriksa tanda-tanda vital pasien secara berkala.
- Dukungan emosional: Memberikan empati, menenangkan pasien, dan membantu pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Risiko Infeksi:
- Perawatan luka: Membersihkan luka dengan teknik aseptik, menerapkan salep antibiotik, dan membalut luka dengan perban steril.
- Pemantauan tanda-tanda infeksi: Memeriksa suhu tubuh, drainase luka, dan kemerahan di sekitar luka.
- Edukasi pasien: Mengajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi dan pentingnya menjaga kebersihan.
4. Ansietas:
- Komunikasi terapeutik: Mendengarkan dengan aktif, memberikan informasi yang jelas, dan membantu pasien untuk mengungkapkan kekhawatirannya.
- Manajemen stres: Mengajarkan teknik relaksasi, seperti napas dalam, visualisasi, atau terapi musik.
- Dukungan emosional: Memberikan empati, menenangkan pasien, dan melibatkan keluarga dalam proses perawatan.
Penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Kerusakan Integritas Kulit (00046): Luka sayatan pada wajah akibat pita logam yang terbalik merupakan kerusakan epidermis dan dermis. Ini membutuhkan perawatan luka yang tepat untuk mencegah komplikasi, seperti infeksi.
2. Nyeri Akut (00132): Luka sayatan pada wajah akan menimbulkan nyeri akut yang tidak menyenangkan bagi pasien. Pengelolaan nyeri yang efektif sangat penting untuk memastikan kenyamanan pasien.
3. Risiko Infeksi (00004): Luka terbuka pada wajah meningkatkan risiko infeksi jika tidak dirawat dengan baik. Pemantauan tanda-tanda infeksi dan perawatan luka aseptik sangat diperlukan.
4. Ansietas (00146): Pasien mengalami cedera di tempat kerja pada hari pertama bekerja, yang dapat menyebabkan kecemasan. Dukungan emosional dan manajemen stres diperlukan untuk mengelola reaksi psikologis pasien.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Tujuan utama adalah mempromosikan penyembuhan luka, mengurangi nyeri, mencegah infeksi, dan mengelola kecemasan pasien. Kriteria hasil dan indikator yang ditetapkan akan membantu mengevaluasi keberhasilan intervensi keperawatan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Intervensi keperawatan yang komprehensif diperlukan untuk menangani berbagai masalah yang dihadapi pasien. Perawatan luka, manajemen nyeri, pencegahan infeksi, dan dukungan emosional harus dilakukan secara terpadu untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien.
Secara keseluruhan, asuhan keperawatan yang diberikan harus berpusat pada pasien, mempertimbangkan kebutuhan fisik dan psikologisnya, serta melibatkan keluarga untuk mendukung proses pemulihan. Perawat harus berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter mata, untuk memastikan perawatan yang komprehensif dan sesuai dengan kondisi pasien. -
Article No. 8561 | 11 Dec 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan luka ditangan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan menggunakan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi pasien dengan keluhan luka di tangan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan Integritas Kulit (SDKI)
Penjelasan:
Kerusakan Integritas Kulit adalah keadaan di mana terdapat gangguan pada epidermis, dermis, atau jaringan di bawahnya (SDKI, 2017). Kondisi ini sesuai dengan keluhan pasien yang mengalami luka di tangan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Integritas Kulit Membaik
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi
3. Nyeri berkurang
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Perawatan Luka
2. Manajemen Nyeri
3. Pencegahan Infeksi
Penjelasan Singkat:
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah melakukan perawatan luka secara tepat, mengelola nyeri yang mungkin dirasakan pasien, serta melakukan tindakan pencegahan infeksi agar luka dapat sembuh dengan baik. Luaran yang diharapkan adalah integritas kulit membaik, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan nyeri yang dirasakan pasien berkurang.
Dalam konteks akademis dan dengan persona seorang pakar/perawat, penjelasan ini diberikan secara ringkas dan padat sesuai dengan standar PPNI. Informasi lebih rinci dapat diberikan jika diperlukan. -
Article No. 8562 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang perempuan umur 27 tahun di bawa ke Rumah sakit jiwa dengan keluhan mendengar bisikan-bisikan selama 2 Minggu, saat dikaji oleh perawat pasien mengatakan mendengar suara neneknya yang sudah meninggal dan menyuruhnya untuk menjauhi suaminya yang tidak baik. Sebutkan diagnosa ICD, SDKI, SLKI. SIKI beserta kodenya. Sebutkan pula pemeriksaan penunjang untuk pasien dan obat-obatan yang sesuai.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut informasi yang dibutuhkan untuk kondisi pasien tersebut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: F22.0
- Deskripsi: Waham kesendiriaan [Delusional disorder, erotomanic type]
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada kode prosedur ICD-9-CM yang spesifik untuk kondisi ini. Perawatan yang mungkin dilakukan adalah konsultasi psikiatri dan terapi psikososial.
3. Diagnosis SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Risiko perilaku kekerasan
- Harga diri rendah situasional
- Koping tidak efektif
4. Diagnosis SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kontrol perilaku
- Harga diri
- Koping efektif
5. Diagnosis SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen perilaku
- Peningkatan harga diri
- Terapi realitas
6. Pemeriksaan Penunjang:
- Pemeriksaan psikiatri atau psikologis untuk menegakkan diagnosis dan mengevaluasi kondisi mental pasien.
- Pemeriksaan laboratorium untuk mengecluci kemungkinan penyebab medis lainnya.
7. Pengobatan:
- Terapi antipsikotik (contoh: olanzapine, risperidone) untuk mengurangi gejala waham dan halusinasi.
- Terapi psikososial, seperti psikoterapi kognitif-perilaku, untuk membantu pasien mengembangkan koping yang lebih efektif.
- Edukasi dan dukungan keluarga untuk memahami kondisi pasien dan membantu proses penyembuhan.
Diagnosis utamanya adalah Waham Kesendiriaan (F22.0) berdasarkan gejala yang dialami pasien, yaitu mendengar suara nenek yang sudah meninggal dan curiga terhadap suaminya. Pendekatan perawatan yang dibutuhkan adalah kombinasi terapi farmakologis dan terapi psikososial untuk mengelola gejala dan mempromosikan pemulihan pasien. -
Article No. 8563 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang perempuan umur 27 tahun di bawa ke Rumah sakit jiwa dengan keluhan mendengar bisikan-bisikan selama 2 Minggu, saat dikaji oleh perawat pasien mengatakan mendengar suara neneknya yang sudah meninggal dan menyuruhnya untuk menjauhi suaminya yang tidak baik. Sebutkan diagnosa ICD, SDKI, SLKI. SIKI beserta kodenya. Sebutkan pula pemeriksaan penunjang untuk pasien dan obat-obatan yang sesuai.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai kondisi pasien tersebut.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Halusinasi Pendengaran (SDKI Kode: 00051)
Definisi: Persepsi sensorik palsu yang terjadi tanpa stimulasi eksternal yang merupakan hasil imajinasi pasien, dalam hal ini pasien mendengar suara nenek yang sudah meninggal.
Diagnosa ICD:
1. Skizofrenia, Sindrom Skizofren, dan Gangguan Waham (ICD Kode: F20-F29)
Keterangan: Kondisi pasien ini menunjukkan gejala halusinasi auditori yang merupakan salah satu manifestasi dari gangguan psikotik seperti skizofrenia.
Diagnosa SLKI:
1. Perilaku Terarah Tujuan (SLKI Kode: 1806)
Definisi: Kemampuan individu untuk mengatur dan mengarahkan perilakunya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Diagnosa SIKI:
1. Manajemen Halusinasi (SIKI Kode: 5820)
Definisi: Tindakan yang dilakukan untuk membantu pasien mengenali, mengontrol, dan merespons secara adaptif terhadap halusinasi yang dialaminya.
Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan Psikiatri: Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan yang tepat.
2. Pemeriksaan Laboratorium: Untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab medis atau kondisi lain yang dapat memengaruhi kesehatan mental pasien.
Obat-obatan:
1. Antipsikotik (contoh: risperidon, olanzapin, haloperidol)
Tujuan: Mengurangi gejala psikotik seperti halusinasi dan waham.
2. Antidepresan (contoh: fluoksetin, sertralin)
Tujuan: Mengatasi gejala depresi yang mungkin menyertai kondisi pasien.
3. Anxiolitik (contoh: lorazepam, diazepam)
Tujuan: Mengurangi kecemasan dan membantu pasien beristirahat.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perilaku Terarah Tujuan (SLKI Kode: 1806)
- Pasien dapat mengenali dan mengontrol halusinasinya.
- Pasien dapat menunjukkan perilaku yang sesuai dengan realitas dan tujuan yang ingin dicapai.
- Pasien dapat berinteraksi secara adaptif dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Halusinasi (SIKI Kode: 5820)
- Membantu pasien mengenali dan mengidentifikasi halusinasi yang dialaminya.
- Mengajarkan teknik-teknik untuk mengontrol dan merespons secara adaptif terhadap halusinasi.
- Memberikan dukungan emosional dan membantu pasien meningkatkan kemampuan koping.
- Melibatkan keluarga dalam proses perawatan dan memberikan pendidikan terkait kondisi pasien.
- Memantau respons pasien terhadap obat-obatan dan efek sampingnya.
- Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain (psikiater, psikolog, dll.) dalam memberikan perawatan yang komprehensif.
Penjelasan rinci dan terperinci:
Pasien ini mengalami gejala halusinasi auditori, di mana ia mendengar suara neneknya yang sudah meninggal. Hal ini merupakan salah satu manifestasi dari gangguan psikotik seperti skizofrenia. Diagnosis keperawatan yang sesuai adalah Halusinasi Pendengaran (SDKI Kode: 00051).
Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan yang tepat, pasien perlu menjalani pemeriksaan psikiatri dan pemeriksaan penunjang lainnya. Obat-obatan yang mungkin diberikan termasuk antipsikotik, antidepresan, dan anxiolitik, dengan tujuan mengurangi gejala psikotik, mengatasi gejala depresi, dan membantu pasien beristirahat.
Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan adalah Perilaku Terarah Tujuan (SLKI Kode: 1806), di mana pasien dapat mengenali dan mengontrol halusinasinya, menunjukkan perilaku yang sesuai dengan realitas, dan berinteraksi secara adaptif dengan lingkungan.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah Manajemen Halusinasi (SIKI Kode: 5820), di mana perawat membantu pasien mengenali dan mengontrol halusinasi, memberikan dukungan emosional, melibatkan keluarga, memantau respons terhadap pengobatan, dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.
Proses perawatan ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif, melibatkan berbagai disiplin ilmu, dan membutuhkan kerja sama yang erat antara pasien, keluarga, dan tim kesehatan. -
Article No. 8564 | 11 Dec 2024
Klinis : KASUS OBSESSIVE CONVULSIVE DISORDER BLOK ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF Ny. Runensia wanita berusia 43 berada di ruangan rawat penyakit dalam RS tipe B sejak satu hari yang lalu. Pasien didampingi oleh anaknya (Nn. Mahdania, 20 tahun). Nn. Mahdania mengatakan saat ini ibunya sangat gelisah, tidak bisa tenang, tidak bisa tidur, selalu melakukan satu kegiatan yang terus menerus tanpa henti sepanjang hari. Walaupun demikian kondisinya, pasien tidak pernah mengganggu pasien lain atau orang lain. saat kecapean, pasien hanya mau makan ½ porsi setiap kali makan dan minum satu gelas setiap kali minum. Dalam sehari, pasien makan 1 kali dan minum 6-7 gelas. Pasien juga terkadang tidak mau makan minum, tetapi ia tidur seharian saat kecapean. Pasien dapat tidur setelah diberi obat dan hanya tidur 2-3 jam. Nn. Mahdania mengatakan ibunya selalu menggunakan kursi roda kalau ke kamar mandi atau keluar dari kamar. Makan, minum, mandi, eliminasi dibantu oleh anaknya. Pasien mengatakan sakit kepala dan ingin diikat pake kain. Pasien juga jarang ngobrol dengan orang lain, ia hanya mau ngobrol dengan kakaknya yg ada diluar kota. Nn. Mahdania juga mengatakan bahwa kondisi ini ada sejak setelah ia mengalami kanker mamae. Dua bulan sebelumnya, pasien dirawat di unit perawatan paliatif RS tipe C juga karena anemia, nyeri area mamae dan dehidrasi ringan. Pasien mendapat transfusi darah wholeblood, IVFD RL dan terapi lainnya. Penilaian paliative performance scale 60%. Sekitar 3 hari perawatan di unit perawatan paliatif tersebut, pasien meminta agar ia diizinkan mandi setiap hari. Meskipun ia menghabiskan waktu selama 1 hingga 1,5 jam di kamar mandi, ketika perawat memeriksa kamar mandi setelah mandi, tidak terlihat tetesan air di bak mandi atau di lantai. Ketika perawat memeriksa pasien, pasien mengatakan bahwa ia telah mengeringkan area tersebut setelah mandi. Selain itu, pasien menjadi khawatir dengan rambut rontok di sekitar tempat tidur, jadi ia mengenakan handuk yang dililitkan di kepalanya untuk mencegah rambut rontok, dan membersihkan debu dan rambut dari tempat tidur sepanjang hari menggunakan selotip. Pasien juga menghabiskan waktu dengan berjongkok untuk membersihkan area di sekitar tempat tidurnya. Hal ini dilakukan setiap hari hingga pukul 2:00 dini hari. kondisi fisiknya semakin memburuk dan nyeri bertambah. Ketika perawat memperingatkan pasien tentang perilaku yang dilakukannya tersebut, pasien gelisah dan marah, sesekali histeris dan ia menolak untuk mendengarkan perawat. Nyeri pada area cancer mamae sinistra selalu muncul, nyeri skala 5 sampai 7 dan pasien sering menekan mamaenya tersebut dengan bantal atau kain tebal serta minta dipijat area vertebra. Setelah 2 minggu dirawat di RS tipe C tersebut, ia mulai sering berjongkok untuk membersihkan tepi tempat tidur dan setiap sudut di dekat roda tempat tidur dengan kain basah. Ketika ia dipanggil oleh tim medis atau perawat, pasien hanya mendongakkan kepalanya sejenak, tidak ada tatap mata, tidak ada ekspresi wajah, dan terus membersihkan tanpa membiarkan tangannya beristirahat. Setelah sekitar 3 minggu dirawat di RS tipe C tersebut, pasien lebih mengutamakan melakukan kegiatan bersih-bersih tersebut daripada perawatan dirinya sendiri. Pasien selalu mengatakan bahwa ia ingin menghentikan rehabilitasi tetapi ingin terus membersihkan. Karena gejala-gejala di atas berlanjut selama 4 minggu saat perawatan di RS tipe C tersebut, DPJP menetapkan diagnosis medis Obsessive convulsive disorder (OCD) dan depresi. DPJP memberikan terapi Mirtazapine 15 mg, dan pasien dirujuk ke tim medis psiko-onkologi RS tipe B saat ini.. Pasien memiliki riwayat medis yang tidak spesifik, tidak ada riwayat ketergantungan alkohol, merokok atau obat-obatan terlarang, dan tidak ada riwayat konsultasi psikiatri. Riwayat Ayah pasien mengalami stroke. Nenek pasien mengalami Ca nasopharing dan ibu pasien mengalami TB Paru. Selama di rumah, pasien tinggal bersama ketiga anaknya dan suaminya (Tn. Nando , 48 tahun). Tn. Nando perokok aktif dan pernah mengalami fraktur femur. Menurut ibu pasien (Ny. Karmina usia 66 tahun) pasien enggan membersihkan kamar tidur, rumah atau kamar mandi setiap hari sejak SMP, pasien lebih senang bermain sampai sore. ketika sakit ringan pun, pasien selalu bergantung pada keluarganya. Setelah bapaknya meninggal dunia saat pasien usia 17 tahun, pasien selalu merasa bersalah dan menjadi tulang punggung keluarga. Saat itu Pasien bekerja sebagai buruh di pabrik tekstil dan berdagang. Pasien didiagnosis Ca mamae sejak 7 tahun yg lalu dan telah menjalani kemoterapi neoadjuvant serta mastektomi dan radiasi pada rongga thorax. Dan pada 3 tahun yang lalu, pasien dinyatakan terdapat metastase tulang dan cancer recurrent. Pasien menjalani lagi kemoterapi sampai satu tahun terakhir, nn. Mahdania mengatakan tidak tahu harus berbuat apa untuk ibunya, paling hanya bisa menemani ibunya secara bergantian dengan adik dan bapaknya. Bapak juga tidak bisa menemani ibu karena harus bekerja. Nn. Mahdania berharap kondisi ibunya dapat normal lagi dan bisa pulang ke rumah. Hasil pemeriksaan didapatkan : GCS E=4, M=5 V=5, TD 102/60 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit teraba kecil dan reguler, RR 22 kali/menit dangkal dan ireguler, suhu 36,6 C, SaO2 99% dalam udara ruangan, BB 52 kg, TB 157 cm. Tampak sakit sedang, gelisah, bergerak aktif, skala nyeri 5, sering meringis kesakitan. Tubuh lembab dan berkeringat, kulit lengket, CRT 3 detik, akral dingin, tidak ada clubbing finger. Badannya Tercium bau. Kepala dan wajah simetris, tidak ada kelainan, rambut kusut. Mata simetris, palpebra tampak lingkaran hitam, konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil kontriksi. Hidung simetris, Terdapat pernafasan cuping hidung saat pasien beraktifitas. Bibir kering, tercium halitosis, rongga mulut tidak ada kelainan. Telinga simetris dan todak ada kelaianan. Leher simetris dan tidak ada kelainan. Rongga dada simetris. Mamae sinistra tidak ada dan mamae dextra ada, tampak kehitaman area kulit sinistra dan terdapat bekas mastektomy sinistra. Terdapat retraksi dada mminimal saat beraktifitas. Pernafasan bronkhovesikuler, jenis pernafasan dada dan abdomen, tidak ada pernafasan tambahan. BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan. Abdomen lunak, tampak kulit mengkerut, bising usus 8 kali/menit, tidak ada hepatosplenomegali. Genitalia utuh dan bersih. Ekstrimitas simetris, kekuatan otot 5, refleks patela positif, refleks babinski negatif, refleks bruzinksi negatif. Punggung simetris, vertebra lurus. Rektum dan anus utuh, refleks anal positif. Tidak ada edema, tidak ada hematoma, tidak ada luka maupun bekas fraktur. Pasien mendapat skor 21 pada Skala Obsesif-Kompulsif Yale-Brown (Y-BOCS), Obsesi-7, dan Kompulsi-14; hasil pemeriksaan mendapat skor 72 pada the Self-rating Anxiety Scale (SAS). Diagnosa medis dari psikiater Psikiater RS tipe B saat ini yaitu OCD dan insomnia. Psikiater memberikan fluvoxamine 200 mg/hari dan duloxetine 60 mg/hari.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus Ny. Runensia yang mengalami Obsessive Compulsive Disorder (OCD), berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Koping (00069)
2. Gangguan Pola Tidur (00198)
3. Nyeri Kronis (00133)
4. Ketidakpatuhan (00079)
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Ketidakefektifan Koping (00069)
- SDKI: Ketidakmampuan individu, keluarga, atau komunitas untuk membentuk penilaian yang akurat tentang stressor, memilih strategi yang tepat, dan/atau mengelola respon terhadap stressor.
- SLKI: Kemampuan individu, keluarga, atau komunitas untuk membentuk penilaian yang akurat tentang stressor, memilih strategi yang tepat, dan/atau mengelola respons terhadap stressor.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mengembangkan strategi koping yang efektif dalam menghadapi situasi sulit atau stres.
2. Gangguan Pola Tidur (00198)
- SDKI: Perubahan kuantitas dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari.
- SLKI: Kemampuan individu untuk mempertahankan pola tidur yang memadai dan restoratif.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mempertahankan pola tidur yang memadai dan restoratif.
3. Nyeri Kronis (00133)
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang terus-menerus atau berulang.
- SLKI: Kemampuan individu untuk mengontrol atau mengurangi nyeri kronis.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mengontrol atau mengurangi nyeri kronis.
4. Ketidakpatuhan (00079)
- SDKI: Perilaku pasien yang tidak sesuai dengan kesepakatan atau rencana pengobatan.
- SLKI: Kemampuan individu untuk mengikuti rencana pengobatan yang disepakati.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mengikuti rencana pengobatan yang disepakati.
Dalam kasus Ny. Runensia, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi:
- Membantu pasien dalam mengembangkan strategi koping yang efektif untuk mengatasi gejala OCD, seperti relaksasi, distraksi, dan teknik kognitif-perilaku.
- Membantu pasien dalam mempertahankan pola tidur yang memadai, misalnya dengan pengaturan lingkungan tidur, higienis tidur, dan pemberian obat tidur jika perlu.
- Mengelola nyeri kronis yang dialami pasien, seperti pemberian analgetik, terapi non-farmakologi, dan manajemen stres.
- Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan, misalnya dengan edukasi, pemantauan, dan dukungan dari keluarga.
Kolaborasi dengan tim kesehatan mental, seperti psikiater dan psikolog, juga diperlukan dalam penanganan kasus OCD pada Ny. Runensia. -
Article No. 8565 | 11 Dec 2024
Klinis : KASUS OBSESSIVE CONVULSIVE DISORDER BLOK ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF Ny. Runensia wanita berusia 43 berada di ruangan rawat penyakit dalam RS tipe B sejak satu hari yang lalu. Pasien didampingi oleh anaknya (Nn. Mahdania, 20 tahun). Nn. Mahdania mengatakan saat ini ibunya sangat gelisah, tidak bisa tenang, tidak bisa tidur, selalu melakukan satu kegiatan yang terus menerus tanpa henti sepanjang hari. Walaupun demikian kondisinya, pasien tidak pernah mengganggu pasien lain atau orang lain. saat kecapean, pasien hanya mau makan ½ porsi setiap kali makan dan minum satu gelas setiap kali minum. Dalam sehari, pasien makan 1 kali dan minum 6-7 gelas. Pasien juga terkadang tidak mau makan minum, tetapi ia tidur seharian saat kecapean. Pasien dapat tidur setelah diberi obat dan hanya tidur 2-3 jam. Nn. Mahdania mengatakan ibunya selalu menggunakan kursi roda kalau ke kamar mandi atau keluar dari kamar. Makan, minum, mandi, eliminasi dibantu oleh anaknya. Pasien mengatakan sakit kepala dan ingin diikat pake kain. Pasien juga jarang ngobrol dengan orang lain, ia hanya mau ngobrol dengan kakaknya yg ada diluar kota. Nn. Mahdania juga mengatakan bahwa kondisi ini ada sejak setelah ia mengalami kanker mamae. Dua bulan sebelumnya, pasien dirawat di unit perawatan paliatif RS tipe C juga karena anemia, nyeri area mamae dan dehidrasi ringan. Pasien mendapat transfusi darah wholeblood, IVFD RL dan terapi lainnya. Penilaian paliative performance scale 60%. Sekitar 3 hari perawatan di unit perawatan paliatif tersebut, pasien meminta agar ia diizinkan mandi setiap hari. Meskipun ia menghabiskan waktu selama 1 hingga 1,5 jam di kamar mandi, ketika perawat memeriksa kamar mandi setelah mandi, tidak terlihat tetesan air di bak mandi atau di lantai. Ketika perawat memeriksa pasien, pasien mengatakan bahwa ia telah mengeringkan area tersebut setelah mandi. Selain itu, pasien menjadi khawatir dengan rambut rontok di sekitar tempat tidur, jadi ia mengenakan handuk yang dililitkan di kepalanya untuk mencegah rambut rontok, dan membersihkan debu dan rambut dari tempat tidur sepanjang hari menggunakan selotip. Pasien juga menghabiskan waktu dengan berjongkok untuk membersihkan area di sekitar tempat tidurnya. Hal ini dilakukan setiap hari hingga pukul 2:00 dini hari. kondisi fisiknya semakin memburuk dan nyeri bertambah. Ketika perawat memperingatkan pasien tentang perilaku yang dilakukannya tersebut, pasien gelisah dan marah, sesekali histeris dan ia menolak untuk mendengarkan perawat. Nyeri pada area cancer mamae sinistra selalu muncul, nyeri skala 5 sampai 7 dan pasien sering menekan mamaenya tersebut dengan bantal atau kain tebal serta minta dipijat area vertebra. Setelah 2 minggu dirawat di RS tipe C tersebut, ia mulai sering berjongkok untuk membersihkan tepi tempat tidur dan setiap sudut di dekat roda tempat tidur dengan kain basah. Ketika ia dipanggil oleh tim medis atau perawat, pasien hanya mendongakkan kepalanya sejenak, tidak ada tatap mata, tidak ada ekspresi wajah, dan terus membersihkan tanpa membiarkan tangannya beristirahat. Setelah sekitar 3 minggu dirawat di RS tipe C tersebut, pasien lebih mengutamakan melakukan kegiatan bersih-bersih tersebut daripada perawatan dirinya sendiri. Pasien selalu mengatakan bahwa ia ingin menghentikan rehabilitasi tetapi ingin terus membersihkan. Karena gejala-gejala di atas berlanjut selama 4 minggu saat perawatan di RS tipe C tersebut, DPJP menetapkan diagnosis medis Obsessive convulsive disorder (OCD) dan depresi. DPJP memberikan terapi Mirtazapine 15 mg, dan pasien dirujuk ke tim medis psiko-onkologi RS tipe B saat ini.. Pasien memiliki riwayat medis yang tidak spesifik, tidak ada riwayat ketergantungan alkohol, merokok atau obat-obatan terlarang, dan tidak ada riwayat konsultasi psikiatri. Riwayat Ayah pasien mengalami stroke. Nenek pasien mengalami Ca nasopharing dan ibu pasien mengalami TB Paru. Selama di rumah, pasien tinggal bersama ketiga anaknya dan suaminya (Tn. Nando , 48 tahun). Tn. Nando perokok aktif dan pernah mengalami fraktur femur. Menurut ibu pasien (Ny. Karmina usia 66 tahun) pasien enggan membersihkan kamar tidur, rumah atau kamar mandi setiap hari sejak SMP, pasien lebih senang bermain sampai sore. ketika sakit ringan pun, pasien selalu bergantung pada keluarganya. Setelah bapaknya meninggal dunia saat pasien usia 17 tahun, pasien selalu merasa bersalah dan menjadi tulang punggung keluarga. Saat itu Pasien bekerja sebagai buruh di pabrik tekstil dan berdagang. Pasien didiagnosis Ca mamae sejak 7 tahun yg lalu dan telah menjalani kemoterapi neoadjuvant serta mastektomi dan radiasi pada rongga thorax. Dan pada 3 tahun yang lalu, pasien dinyatakan terdapat metastase tulang dan cancer recurrent. Pasien menjalani lagi kemoterapi sampai satu tahun terakhir, nn. Mahdania mengatakan tidak tahu harus berbuat apa untuk ibunya, paling hanya bisa menemani ibunya secara bergantian dengan adik dan bapaknya. Bapak juga tidak bisa menemani ibu karena harus bekerja. Nn. Mahdania berharap kondisi ibunya dapat normal lagi dan bisa pulang ke rumah. Hasil pemeriksaan didapatkan : GCS E=4, M=5 V=5, TD 102/60 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit teraba kecil dan reguler, RR 22 kali/menit dangkal dan ireguler, suhu 36,6 C, SaO2 99% dalam udara ruangan, BB 52 kg, TB 157 cm. Tampak sakit sedang, gelisah, bergerak aktif, skala nyeri 5, sering meringis kesakitan. Tubuh lembab dan berkeringat, kulit lengket, CRT 3 detik, akral dingin, tidak ada clubbing finger. Badannya Tercium bau. Kepala dan wajah simetris, tidak ada kelainan, rambut kusut. Mata simetris, palpebra tampak lingkaran hitam, konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil kontriksi. Hidung simetris, Terdapat pernafasan cuping hidung saat pasien beraktifitas. Bibir kering, tercium halitosis, rongga mulut tidak ada kelainan. Telinga simetris dan todak ada kelaianan. Leher simetris dan tidak ada kelainan. Rongga dada simetris. Mamae sinistra tidak ada dan mamae dextra ada, tampak kehitaman area kulit sinistra dan terdapat bekas mastektomy sinistra. Terdapat retraksi dada mminimal saat beraktifitas. Pernafasan bronkhovesikuler, jenis pernafasan dada dan abdomen, tidak ada pernafasan tambahan. BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan. Abdomen lunak, tampak kulit mengkerut, bising usus 8 kali/menit, tidak ada hepatosplenomegali. Genitalia utuh dan bersih. Ekstrimitas simetris, kekuatan otot 5, refleks patela positif, refleks babinski negatif, refleks bruzinksi negatif. Punggung simetris, vertebra lurus. Rektum dan anus utuh, refleks anal positif. Tidak ada edema, tidak ada hematoma, tidak ada luka maupun bekas fraktur. Pasien mendapat skor 21 pada Skala Obsesif-Kompulsif Yale-Brown (Y-BOCS), Obsesi-7, dan Kompulsi-14; hasil pemeriksaan mendapat skor 72 pada the Self-rating Anxiety Scale (SAS). Diagnosa medis dari psikiater Psikiater RS tipe B saat ini yaitu OCD dan insomnia. Psikiater memberikan fluvoxamine 200 mg/hari dan duloxetine 60 mg/hari.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien Ny. Runensia dengan diagnosis medis Obsessive Convulsive Disorder (OCD) dan depresi, berikut adalah diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Perilaku Impulsif
2. Ketidakefektifan Pengendalian Diri
3. Kecemasan
4. Gangguan Pola Tidur
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perilaku Impulsif
- Perilaku impulsif terkendali
- Kemampuan mengontrol perilaku meningkat
- Kemampuan beradaptasi dengan situasi yang menimbulkan perilaku impulsif meningkat
2. Ketidakefektifan Pengendalian Diri
- Kemampuan pengendalian diri meningkat
- Kemampuan mengatasi dorongan untuk melakukan perilaku kompulsif meningkat
- Kepatuhan terhadap pengobatan meningkat
3. Kecemasan
- Kecemasan menurun
- Kemampuan mengatasi kecemasan meningkat
- Perasaan tenang dan nyaman meningkat
4. Gangguan Pola Tidur
- Pola tidur membaik
- Lama tidur meningkat
- Kualitas tidur membaik
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Perilaku Impulsif
- Identifikasi faktor pencetus perilaku impulsif
- Latih teknik relaksasi untuk mengendalikan perilaku impulsif
- Terapkan teknik pengalihan perhatian saat perilaku impulsif muncul
- Kolaborasi dengan psikiater untuk pemberian terapi obat antidepresan dan antiansietas
2. Ketidakefektifan Pengendalian Diri
- Bantu pasien mengidentifikasi perilaku kompulsif yang dilakukan
- Latih teknik kontrol diri untuk mengatasi dorongan perilaku kompulsif
- Libatkan keluarga dalam membantu pengendalian diri pasien
- Kolaborasi dengan psikiater untuk evaluasi dan penyesuaian obat-obatan
3. Kecemasan
- Identifikasi penyebab kecemasan pasien
- Latih teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan
- Berikan dukungan emosional dan psikologis
- Kolaborasi dengan psikiater untuk pemberian obat antiansietas
4. Gangguan Pola Tidur
- Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pola tidur
- Terapkan teknik manajemen tidur (perbaikan lingkungan, eliminasi stimulan, dll.)
- Kolaborasi dengan psikiater untuk evaluasi dan penyesuaian obat tidur
- Libatkan keluarga dalam membantu meningkatkan kualitas tidur pasien
Tujuan dari intervensi keperawatan ini adalah untuk mengatasi masalah kesehatan pasien secara komprehensif dengan pendekatan yang holistik, melibatkan pasien, keluarga, dan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. -
Article No. 8566 | 11 Dec 2024
Klinis : KASUS OBSESSIVE CONVULSIVE DISORDER BLOK ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF Ny. Runensia wanita berusia 43 berada di ruangan rawat penyakit dalam RS tipe B sejak satu hari yang lalu. Pasien didampingi oleh anaknya (Nn. Mahdania, 20 tahun). Nn. Mahdania mengatakan saat ini ibunya sangat gelisah, tidak bisa tenang, tidak bisa tidur, selalu melakukan satu kegiatan yang terus menerus tanpa henti sepanjang hari. Walaupun demikian kondisinya, pasien tidak pernah mengganggu pasien lain atau orang lain. saat kecapean, pasien hanya mau makan ½ porsi setiap kali makan dan minum satu gelas setiap kali minum. Dalam sehari, pasien makan 1 kali dan minum 6-7 gelas. Pasien juga terkadang tidak mau makan minum, tetapi ia tidur seharian saat kecapean. Pasien dapat tidur setelah diberi obat dan hanya tidur 2-3 jam. Nn. Mahdania mengatakan ibunya selalu menggunakan kursi roda kalau ke kamar mandi atau keluar dari kamar. Makan, minum, mandi, eliminasi dibantu oleh anaknya. Pasien mengatakan sakit kepala dan ingin diikat pake kain. Pasien juga jarang ngobrol dengan orang lain, ia hanya mau ngobrol dengan kakaknya yg ada diluar kota. Nn. Mahdania juga mengatakan bahwa kondisi ini ada sejak setelah ia mengalami kanker mamae. Dua bulan sebelumnya, pasien dirawat di unit perawatan paliatif RS tipe C juga karena anemia, nyeri area mamae dan dehidrasi ringan. Pasien mendapat transfusi darah wholeblood, IVFD RL dan terapi lainnya. Penilaian paliative performance scale 60%. Sekitar 3 hari perawatan di unit perawatan paliatif tersebut, pasien meminta agar ia diizinkan mandi setiap hari. Meskipun ia menghabiskan waktu selama 1 hingga 1,5 jam di kamar mandi, ketika perawat memeriksa kamar mandi setelah mandi, tidak terlihat tetesan air di bak mandi atau di lantai. Ketika perawat memeriksa pasien, pasien mengatakan bahwa ia telah mengeringkan area tersebut setelah mandi. Selain itu, pasien menjadi khawatir dengan rambut rontok di sekitar tempat tidur, jadi ia mengenakan handuk yang dililitkan di kepalanya untuk mencegah rambut rontok, dan membersihkan debu dan rambut dari tempat tidur sepanjang hari menggunakan selotip. Pasien juga menghabiskan waktu dengan berjongkok untuk membersihkan area di sekitar tempat tidurnya. Hal ini dilakukan setiap hari hingga pukul 2:00 dini hari. kondisi fisiknya semakin memburuk dan nyeri bertambah. Ketika perawat memperingatkan pasien tentang perilaku yang dilakukannya tersebut, pasien gelisah dan marah, sesekali histeris dan ia menolak untuk mendengarkan perawat. Nyeri pada area cancer mamae sinistra selalu muncul, nyeri skala 5 sampai 7 dan pasien sering menekan mamaenya tersebut dengan bantal atau kain tebal serta minta dipijat area vertebra. Setelah 2 minggu dirawat di RS tipe C tersebut, ia mulai sering berjongkok untuk membersihkan tepi tempat tidur dan setiap sudut di dekat roda tempat tidur dengan kain basah. Ketika ia dipanggil oleh tim medis atau perawat, pasien hanya mendongakkan kepalanya sejenak, tidak ada tatap mata, tidak ada ekspresi wajah, dan terus membersihkan tanpa membiarkan tangannya beristirahat. Setelah sekitar 3 minggu dirawat di RS tipe C tersebut, pasien lebih mengutamakan melakukan kegiatan bersih-bersih tersebut daripada perawatan dirinya sendiri. Pasien selalu mengatakan bahwa ia ingin menghentikan rehabilitasi tetapi ingin terus membersihkan. Karena gejala-gejala di atas berlanjut selama 4 minggu saat perawatan di RS tipe C tersebut, DPJP menetapkan diagnosis medis Obsessive convulsive disorder (OCD) dan depresi. DPJP memberikan terapi Mirtazapine 15 mg, dan pasien dirujuk ke tim medis psiko-onkologi RS tipe B saat ini.. Pasien memiliki riwayat medis yang tidak spesifik, tidak ada riwayat ketergantungan alkohol, merokok atau obat-obatan terlarang, dan tidak ada riwayat konsultasi psikiatri. Riwayat Ayah pasien mengalami stroke. Nenek pasien mengalami Ca nasopharing dan ibu pasien mengalami TB Paru. Selama di rumah, pasien tinggal bersama ketiga anaknya dan suaminya (Tn. Nando , 48 tahun). Tn. Nando perokok aktif dan pernah mengalami fraktur femur. Menurut ibu pasien (Ny. Karmina usia 66 tahun) pasien enggan membersihkan kamar tidur, rumah atau kamar mandi setiap hari sejak SMP, pasien lebih senang bermain sampai sore. ketika sakit ringan pun, pasien selalu bergantung pada keluarganya. Setelah bapaknya meninggal dunia saat pasien usia 17 tahun, pasien selalu merasa bersalah dan menjadi tulang punggung keluarga. Saat itu Pasien bekerja sebagai buruh di pabrik tekstil dan berdagang. Pasien didiagnosis Ca mamae sejak 7 tahun yg lalu dan telah menjalani kemoterapi neoadjuvant serta mastektomi dan radiasi pada rongga thorax. Dan pada 3 tahun yang lalu, pasien dinyatakan terdapat metastase tulang dan cancer recurrent. Pasien menjalani lagi kemoterapi sampai satu tahun terakhir, nn. Mahdania mengatakan tidak tahu harus berbuat apa untuk ibunya, paling hanya bisa menemani ibunya secara bergantian dengan adik dan bapaknya. Bapak juga tidak bisa menemani ibu karena harus bekerja. Nn. Mahdania berharap kondisi ibunya dapat normal lagi dan bisa pulang ke rumah. Hasil pemeriksaan didapatkan : GCS E=4, M=5 V=5, TD 102/60 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit teraba kecil dan reguler, RR 22 kali/menit dangkal dan ireguler, suhu 36,6 C, SaO2 99% dalam udara ruangan, BB 52 kg, TB 157 cm. Tampak sakit sedang, gelisah, bergerak aktif, skala nyeri 5, sering meringis kesakitan. Tubuh lembab dan berkeringat, kulit lengket, CRT 3 detik, akral dingin, tidak ada clubbing finger. Badannya Tercium bau. Kepala dan wajah simetris, tidak ada kelainan, rambut kusut. Mata simetris, palpebra tampak lingkaran hitam, konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil kontriksi. Hidung simetris, Terdapat pernafasan cuping hidung saat pasien beraktifitas. Bibir kering, tercium halitosis, rongga mulut tidak ada kelainan. Telinga simetris dan todak ada kelaianan. Leher simetris dan tidak ada kelainan. Rongga dada simetris. Mamae sinistra tidak ada dan mamae dextra ada, tampak kehitaman area kulit sinistra dan terdapat bekas mastektomy sinistra. Terdapat retraksi dada mminimal saat beraktifitas. Pernafasan bronkhovesikuler, jenis pernafasan dada dan abdomen, tidak ada pernafasan tambahan. BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan. Abdomen lunak, tampak kulit mengkerut, bising usus 8 kali/menit, tidak ada hepatosplenomegali. Genitalia utuh dan bersih. Ekstrimitas simetris, kekuatan otot 5, refleks patela positif, refleks babinski negatif, refleks bruzinksi negatif. Punggung simetris, vertebra lurus. Rektum dan anus utuh, refleks anal positif. Tidak ada edema, tidak ada hematoma, tidak ada luka maupun bekas fraktur. Pasien mendapat skor 21 pada Skala Obsesif-Kompulsif Yale-Brown (Y-BOCS), Obsesi-7, dan Kompulsi-14; hasil pemeriksaan mendapat skor 72 pada the Self-rating Anxiety Scale (SAS). Diagnosa medis dari psikiater Psikiater RS tipe B saat ini yaitu OCD dan insomnia. Psikiater memberikan fluvoxamine 200 mg/hari dan duloxetine 60 mg/hari.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: F42
- Deskripsi: Gangguan obsesif-kompulsif
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.55
- Deskripsi: Pemberian obat antidepresan
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 F42 untuk Gangguan obsesif-kompulsif (Obsessive-compulsive disorder) sesuai dengan gejala-gejala yang dialami oleh pasien, seperti perilaku obsesif dan kompulsif yang mengganggu aktivitas sehari-hari, serta riwayat gangguan kecemasan yang diderita sejak lama.
2. Kode ICD-9-CM 99.55 untuk Pemberian obat antidepresan, yang sesuai dengan terapi medikamentosa yang diberikan oleh psikiater berupa fluvoxamine dan duloxetine untuk menangani kondisi OCD dan insomnia pada pasien.
Pasien Ny. Runensia menunjukkan gejala-gejala khas OCD, seperti perilaku kompulsif membersihkan secara berulang, tidak dapat beristirahat, serta ketakutan dan kecemasan yang mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Riwayat penyakit kanker payudara yang dideritanya juga diduga berkontribusi pada munculnya gangguan psikologis ini. Oleh karena itu, diagnosis OCD dan insomnia yang ditetapkan oleh psikiater sesuai dengan kondisi klinis pasien. -
Article No. 8567 | 11 Dec 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasannya singkat berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk pasien dengan keluhan nyeri tenggorokan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut
Penjelasan:
- Nyeri Akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain).
- Karakteristik: Terdapat keluhan nyeri tenggorokan, skala nyeri meningkat, ekspresi wajah menunjukkan kesakitan, dan terdapat riwayat kerusakan jaringan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kriteria Hasil: Tingkat nyeri menurun, kemampuan mengontrol nyeri meningkat, dan tidak terdapat komplikasi akibat nyeri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Manajemen nyeri, terapi relaksasi, pemberian analgetik, dan edukasi pasien dan keluarga.
Penjelasan singkat:
Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan, yang merupakan tanda dan gejala dari diagnosa keperawatan Nyeri Akut. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri, terapi relaksasi, pemberian analgetik, dan edukasi pasien serta keluarga untuk membantu menurunkan tingkat nyeri dan mencegah komplikasi.