Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 20976 | 22 Aug 2025
Klinis : serangan stroke sumbatan pertama karena hipertensi
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang Anda minta untuk kondisi serangan stroke sumbatan pertama karena hipertensi.
1. Kode ICD-10:
- Kode: I63.9
- Deskripsi: Infark serebri, tidak terspesifikasi
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.10
- Deskripsi: Pemberian obat trombolitik
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 I63.9 (Infark serebri, tidak terspesifikasi) digunakan untuk menggambarkan serangan stroke sumbatan pertama, di mana terdapat penyumbatan aliran darah ke otak yang menyebabkan infark pada jaringan otak. Kode ini digunakan ketika penyebab spesifik dari infark serebri tidak dapat ditentukan atau tidak diberikan.
2. Kode ICD-9-CM 99.10 (Pemberian obat trombolitik) dapat digunakan untuk mengkodekan prosedur pemberian obat trombolisis, yang merupakan salah satu penanganan utama untuk serangan stroke sumbatan akut. Obat trombolisis ini berfungsi untuk melarutkan bekuan darah yang menyebabkan sumbatan, sehingga dapat memulihkan aliran darah ke otak.
Dalam penanganan serangan stroke sumbatan pertama karena hipertensi, selain pemberian obat trombolisis, tindakan lain yang mungkin dilakukan adalah pemantauan ketat, pengaturan tekanan darah, serta rehabilitasi fisik dan okupasional untuk memulihkan fungsi neurologi yang terganggu akibat infark serebri. -
Article No. 20977 | 22 Aug 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan benjolan di samping telinga kanan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, akan saya berikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi berikut: pasien datang dengan keluhan benjolan di samping telinga kanan.
Berdasarkan keluhan pasien, yaitu adanya benjolan di samping telinga kanan, maka diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai adalah:
a. Gangguan Integritas Kulit
Definisi: Kerusakan pada kulit dan/atau jaringan yang menyokongnya.
Penyebab: Faktor fisik, mekanis, kimiawi, biologis, atau radiasi.
Tanda dan Gejala: Adanya benjolan/massa di kulit.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI)
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat menunjukkan luaran/output sebagai berikut:
a. Integritas Kulit: Terlindungi
Definisi: Kulit dan jaringan yang menyokongnya dalam kondisi baik.
Kriteria Hasil:
1) Tidak ada kerusakan pada kulit
2) Tidak ada perubahan warna, tekstur, atau konsistensi kulit
3) Tidak ada peningkatan atau penurunan sensasi
4) Tidak ada nyeri
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI)
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, maka intervensi keperawatan yang diperlukan adalah:
a. Pemantauan Luka
Definisi: Pengumpulan dan analisis data tentang karakteristik dan perkembangan luka.
Tujuan: Mengevaluasi status luka dan efektivitas intervensi.
Aktivitas:
1) Identifikasi lokasi, ukuran, warna, odor, dan karakteristik lainnya dari luka.
2) Pantau perubahan pada luka secara berkala.
3) Dokumentasikan temuan pemantauan.
b. Perawatan Luka
Definisi: Tindakan untuk mempertahankan integritas kulit dan memfasilitasi penyembuhan.
Tujuan: Mencegah komplikasi dan mempromosikan penyembuhan luka.
Aktivitas:
1) Bersihkan dan irigasi luka sesuai prosedur.
2) Aplikasikan balutan yang sesuai untuk menutup luka.
3) Ajarkan pasien dan keluarga tentang perawatan luka yang tepat.
Penjelasan rinci dan terperinci:
Diagnosa keperawatan Gangguan Integritas Kulit dipilih karena pasien memiliki keluhan benjolan di samping telinga kanan, yang merupakan salah satu tanda dan gejala dari diagnosa ini. Luaran yang diharapkan adalah Integritas Kulit: Terlindungi, yang berarti kulit dan jaringan yang menyokongnya dalam kondisi baik tanpa adanya kerusakan atau perubahan. Intervensi keperawatan yang diperlukan adalah Pemantauan Luka untuk mengidentifikasi dan memantau karakteristik luka, serta Perawatan Luka untuk menjaga integritas kulit dan memfasilitasi penyembuhan. -
Article No. 20978 | 22 Aug 2025
Klinis : penurunan kesadaran , sesak
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait diagnosis keperawatan, luaran yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi penurunan kesadaran dan sesak napas, dengan nada akademis dan persona sebagai perawat profesional.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
1. Penurunan Kesadaran
- Definisi: Keadaan di mana individu menunjukkan penurunan kemampuan untuk merespons stimulus internal atau eksternal secara tepat.
- Penyebab: Dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti cedera otak, penyakit neurologis, intoksikasi, atau gangguan metabolik.
- Gejala: Individu menunjukkan penurunan tingkat kewaspadaan, kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan menurun, dan respons terhadap stimulus terganggu.
2. Pola Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
- Penyebab: Dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit paru-paru, gangguan neuromuskular, atau obstruksi jalan napas.
- Gejala: Individu menunjukkan pernapasan dangkal, takipnea, ortopnea, dan penggunaan otot bantu pernapasan yang berlebihan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Penurunan Kesadaran
- Tingkat Kesadaran: Individu menunjukkan peningkatan tingkat kewaspadaan dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan.
- Tanda-tanda Vital: Tanda-tanda vital stabil dan dalam batas normal.
- Fungsi Neurologis: Fungsi neurologis menunjukkan perbaikan, seperti peningkatan respons terhadap stimulus.
2. Pola Napas Tidak Efektif
- Frekuensi Napas: Frekuensi napas dalam rentang normal.
- Kedalaman Napas: Kedalaman napas memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
- Penggunaan Otot Bantu Pernapasan: Penggunaan otot bantu pernapasan minimal atau tidak ada.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Penurunan Kesadaran
- Pemantauan Tanda-tanda Vital: Memantau tanda-tanda vital secara berkala, seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.
- Pemantauan Fungsi Neurologis: Melakukan penilaian dan pemantauan fungsi neurologis, seperti tingkat kesadaran, respons terhadap stimulus, dan refleks.
- Pemberian Oksigen: Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat.
- Manajemen Lingkungan: Menjaga lingkungan yang tenang dan aman untuk mendukung pemulihan kesadaran.
- Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan Lain: Berkolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran dan memberikan penanganan yang komprehensif.
2. Pola Napas Tidak Efektif
- Pemantauan Respirasi: Memantau frekuensi, kedalaman, dan irama pernapasan secara berkala.
- Pemberian Oksigen: Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat.
- Latihan Pernapasan: Mengajarkan dan memfasilitasi latihan pernapasan yang efektif, seperti teknik napas dalam dan latihan ekspansi dada.
- Manajemen Jalan Napas: Memastikan jalan napas tetap terbuka dan bersih, misalnya dengan pembersihan jalan napas atau penggunaan alat bantu pernapasan jika diperlukan.
- Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan Lain: Berkolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk menentukan penyebab pola napas tidak efektif dan memberikan penanganan yang komprehensif.
Melalui intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, diharapkan dapat membantu mencapai luaran yang diharapkan, yaitu peningkatan kesadaran dan perbaikan pola napas, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan pasien. -
Article No. 20979 | 22 Aug 2025
Klinis : Kasus fraktur Seorang pasien, seorang wanita berusia 41 tahun, dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien adalah pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan akibat tertabrak sepeda motor lain dari arah samping kiri. Pasien jatuh ke kanan dan menabrak pembatas jalan. Pada saat kejadian, pasien dalam keadaan sadar, tanpa tanda-tanda cedera kepala. Pada cruris kanan, terdapat swelling dan deformitas tanpa adanya vulnus apertum. Nyeri tekan dan krepitasi ditemukan pada palpasi, yang disertai dengan ketidakmampuan pasien melakukan knee flexion dan keterbatasan rentang gerak (ROM). Pemeriksaan x-ray dan CT scan menunjukkan adanya fraktur komunitif pada genu kanan. Saat ini pasien dirawat diruang trauma post operasi ORIF hari ke 2 dan dalam kondisi tidak saadar atau disorientasi. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi pernapasan 20 kali per menit, nadi 82 kali per menit, dan suhu tubuh 36,8ēC. Selanjutnya, kaki pasien tampak dibalut dengan tensocrepe dan verban. Hasil pengkajian didapatkan verban dan tensocrepe tampak basah dan terdapat rembesan darah. Drainase aktif dengan jumlah volume ą 30 ml/24 jam. Pasien mengatakan nafsu makan sedikit menurun karena nyeri post operasi dan sedikit mual. Saat ini pasien menggunakan folley catheter untuk BAK. Saat pengkajian tampak urine berwarna kuning jernih. Tidak terdapat informasi khusus mengenai pola eliminasi pada pasien ini. Pasien mengeluh mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dialami nya saat ini, pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun ketika tidur malam hari. Pasien mengatakan sulit memulai tertidur lagi ketika terbangun dan mengatakan mungkin hanya tidur tertidur ą 5 jam. Pasien melaporkan adanya nyeri hebat pada kaki kanan, yang terus-menerus dan mengganggu. Hasil pengkajian didapatkan pasien mengeluh nyeri muncul sepanjang waktu nyeri seperti tertusuk tusuk dan seperti disayat pada daerah operasi ORIF, nyeri berkurang setelah mendapatkan analgesik dan skala nyeri 6. Tidak ada keluhan lain terkait penglihatan, pendengaran, atau kemampuan berpikir. Pasien juga menunjukkan kecemasan terkait kondisi cederanya, khawatir bahwa ia mungkin tidak bisa pulih sepenuhnya. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang aktif dalam mengurus keluarga dan pekerjaan rumah. Cedera yang dialaminya menimbulkan kekhawatiran akan kemampuannya untuk kembali menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Pasien merasa terganggu dengan kondisi fisiknya yang terbatas dan takut menjadi beban bagi keluarganya. Ia juga merasa cemas tentang kemungkinan perlunya operasi dan rehabilitasi jangka panjang. Pasien seorang ibu dari dua anak dan istri yang sangat terlibat dalam keluarga. Sebelum kecelakaan, ia berperan sebagai pengurus utama rumah tangga. Cedera ini menyebabkan Ny. H tidak mampu menjalankan peran tersebut. Suaminya kini harus mengambil alih sebagian besar tugas rumah tangga. Selanjutnya, pasien mengatakan tidak masalah terkait fungsi seksual atau reproduksi. Namun, ia khawatir bahwa cedera ini dan ketidakmampuan fisiknya dapat mempengaruhi keintiman dengan suaminya, meskipun belum ada perubahan yang signifikan dalam hubungan tersebut sejak operasi ORIF. Pasien mengatakan tidak stres menghadapi kondisi ini karena support suami dan keluarga sangat membantu nya. Pasien mengatakan selalu berbicara dengan keluarga dan berdoa terkait kondisinya saat ini. Pasien merasa banyak mendapat dukungan dalam menghadapi situasi ini. Pasien memiliki keyakinan agama yang kuat. Hal ini terlihat dalam rutinitas sehar-hari pasien selama perawatan dimana pasien tetap menjalankan aktivitas ibadah sholat meskipun dalam kondisi terbatas. Pasien mengatakan dalam doanya ia meminta agar dapat pulih sepenuhnya dan kembali menjalani hidup normal. Hasil pemeriksaan penunjang pre-op ORIF Saat ini pasien mendapatkan therapy : IVFD RL 500cc 20 tetes/menit Cefriaxson 2x1 gram /12 Jam (IV) Ranitidine 2x1 gram /12 Jam (IV) Ketorolac 2 x 30 mg/12 jam (IV)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, serta kode dan definisi dari SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut (SDKI: 00132)
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain)
2. Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI: 00085)
Definisi: Keterbatasan dalam kemampuan untuk melakukan gerakan fisik yang independen dan terkoordinasi dari satu atau lebih ekstremitas
3. Kecemasan (SDKI: 00146)
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya
4. Gangguan Pola Tidur (SDKI: 00198)
Definisi: Gangguan kuantitas dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Akut: Pasien mengalami nyeri hebat pada kaki kanan akibat fraktur yang terjadi, nyeri muncul terus-menerus dan mengganggu aktivitas.
2. Gangguan Mobilitas Fisik: Pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan gerakan fisik akibat fraktur pada kaki kanan, sehingga terdapat ketidakmampuan pasien untuk melakukan knee flexion dan keterbatasan rentang gerak.
3. Kecemasan: Pasien mengalami kecemasan terkait kondisi cederanya, khawatir bahwa ia mungkin tidak bisa pulih sepenuhnya dan takut menjadi beban bagi keluarganya.
4. Gangguan Pola Tidur: Pasien mengeluh sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun akibat nyeri yang dialami, sehingga jumlah tidur hanya sekitar 5 jam per malam.
Kode dan Definisi:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- 00132 Nyeri Akut
- 00085 Gangguan Mobilitas Fisik
- 00146 Kecemasan
- 00198 Gangguan Pola Tidur
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kontrol Nyeri
- Peningkatan Mobilitas
- Penurunan Kecemasan
- Perbaikan Pola Tidur
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Nyeri
- Terapi Latihan
- Manajemen Kecemasan
- Manajemen Gangguan Tidur -
Article No. 20980 | 22 Aug 2025
Klinis : Kasus fraktur Seorang pasien, seorang wanita berusia 41 tahun, dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien adalah pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan akibat tertabrak sepeda motor lain dari arah samping kiri. Pasien jatuh ke kanan dan menabrak pembatas jalan. Pada saat kejadian, pasien dalam keadaan sadar, tanpa tanda-tanda cedera kepala. Pada cruris kanan, terdapat swelling dan deformitas tanpa adanya vulnus apertum. Nyeri tekan dan krepitasi ditemukan pada palpasi, yang disertai dengan ketidakmampuan pasien melakukan knee flexion dan keterbatasan rentang gerak (ROM). Pemeriksaan x-ray dan CT scan menunjukkan adanya fraktur komunitif pada genu kanan. Saat ini pasien dirawat diruang trauma post operasi ORIF hari ke 2 dan dalam kondisi tidak saadar atau disorientasi. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi pernapasan 20 kali per menit, nadi 82 kali per menit, dan suhu tubuh 36,8ēC. Selanjutnya, kaki pasien tampak dibalut dengan tensocrepe dan verban. Hasil pengkajian didapatkan verban dan tensocrepe tampak basah dan terdapat rembesan darah. Drainase aktif dengan jumlah volume ą 30 ml/24 jam. Pasien mengatakan nafsu makan sedikit menurun karena nyeri post operasi dan sedikit mual. Saat ini pasien menggunakan folley catheter untuk BAK. Saat pengkajian tampak urine berwarna kuning jernih. Tidak terdapat informasi khusus mengenai pola eliminasi pada pasien ini. Pasien mengeluh mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dialami nya saat ini, pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun ketika tidur malam hari. Pasien mengatakan sulit memulai tertidur lagi ketika terbangun dan mengatakan mungkin hanya tidur tertidur ą 5 jam. Pasien melaporkan adanya nyeri hebat pada kaki kanan, yang terus-menerus dan mengganggu. Hasil pengkajian didapatkan pasien mengeluh nyeri muncul sepanjang waktu nyeri seperti tertusuk tusuk dan seperti disayat pada daerah operasi ORIF, nyeri berkurang setelah mendapatkan analgesik dan skala nyeri 6. Tidak ada keluhan lain terkait penglihatan, pendengaran, atau kemampuan berpikir. Pasien juga menunjukkan kecemasan terkait kondisi cederanya, khawatir bahwa ia mungkin tidak bisa pulih sepenuhnya. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang aktif dalam mengurus keluarga dan pekerjaan rumah. Cedera yang dialaminya menimbulkan kekhawatiran akan kemampuannya untuk kembali menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Pasien merasa terganggu dengan kondisi fisiknya yang terbatas dan takut menjadi beban bagi keluarganya. Ia juga merasa cemas tentang kemungkinan perlunya operasi dan rehabilitasi jangka panjang. Pasien seorang ibu dari dua anak dan istri yang sangat terlibat dalam keluarga. Sebelum kecelakaan, ia berperan sebagai pengurus utama rumah tangga. Cedera ini menyebabkan Ny. H tidak mampu menjalankan peran tersebut. Suaminya kini harus mengambil alih sebagian besar tugas rumah tangga. Selanjutnya, pasien mengatakan tidak masalah terkait fungsi seksual atau reproduksi. Namun, ia khawatir bahwa cedera ini dan ketidakmampuan fisiknya dapat mempengaruhi keintiman dengan suaminya, meskipun belum ada perubahan yang signifikan dalam hubungan tersebut sejak operasi ORIF. Pasien mengatakan tidak stres menghadapi kondisi ini karena support suami dan keluarga sangat membantu nya. Pasien mengatakan selalu berbicara dengan keluarga dan berdoa terkait kondisinya saat ini. Pasien merasa banyak mendapat dukungan dalam menghadapi situasi ini. Pasien memiliki keyakinan agama yang kuat. Hal ini terlihat dalam rutinitas sehar-hari pasien selama perawatan dimana pasien tetap menjalankan aktivitas ibadah sholat meskipun dalam kondisi terbatas. Pasien mengatakan dalam doanya ia meminta agar dapat pulih sepenuhnya dan kembali menjalani hidup normal. Hasil pemeriksaan penunjang pre-op ORIF Saat ini pasien mendapatkan therapy : IVFD RL 500cc 20 tetes/menit Cefriaxson 2x1 gram /12 Jam (IV) Ranitidine 2x1 gram /12 Jam (IV) Ketorolac 2 x 30 mg/12 jam (IV)
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pasien dengan fraktur adalah:
1. Risiko Cedera Fisik
- Definisi: Risiko mengalami cedera atau kerusakan tubuh akibat interaksi dengan lingkungan atau orang lain.
- Faktor Risiko: Imobilisasi, Perubahan kognitif, Gangguan sensasi.
2. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau dijelaskan dalam istilah kerusakan tersebut.
- Karakteristik: Melaporkan nyeri, Menunjukkan perubahan ekspresi wajah, Menunjukkan perubahan tanda-tanda vital.
3. Gangguan Mobilitas Fisik
- Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang disengaja dan terkoordinasi dari satu atau lebih ekstremitas.
- Faktor yang Berkontribusi: Cedera muskuloskeletal, Perubahan fungsi persarafan, Keterbatasan lingkungan.
4. Ansietas
- Definisi: Respon emosional dan fisiologis terhadap ancaman yang dirasakan, sumber ancaman biasanya tidak jelas.
- Karakteristik: Mengungkapkan kekhawatiran tentang perubahan dalam status kesehatan, Ketakutan akan keadaan yang tidak diketahui.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Cedera Fisik:
- Tingkat Risiko Cedera Fisik Menurun
- Tidak Terjadi Cedera Fisik
2. Nyeri Akut:
- Tingkat Nyeri Berkurang
- Ekspresi Wajah Menunjukkan Kenyamanan
3. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Kemampuan Mobilisasi Meningkat
- Rentang Gerak Membaik
4. Ansietas:
- Tingkat Ansietas Menurun
- Pasien Mampu Mengendalikan Ansietas
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Cedera Fisik:
- Identifikasi Faktor Risiko Cedera
- Manajemen Lingkungan untuk Mencegah Cedera
- Peningkatan Perilaku Aman
2. Nyeri Akut:
- Manajemen Nyeri
- Manajemen Analgesik
- Distraksi
3. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Terapi Latihan
- Perawatan Anggota Gerak
- Fasilitasi Mobilisasi
4. Ansietas:
- Dukungan Emosional
- Manajemen Ansietas
- Terapi Relaksasi
Sebagai perawat, saya akan memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dengan mempertimbangkan kondisi fisik, psikologis, dan kebutuhan pasien. Intervensi yang diberikan bertujuan untuk mencegah komplikasi, mengurangi nyeri, memulihkan mobilitas, dan mengurangi tingkat ansietas pasien agar dapat mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 20981 | 22 Aug 2025
Klinis : Kasus fraktur Seorang pasien, seorang wanita berusia 41 tahun, dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien adalah pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan akibat tertabrak sepeda motor lain dari arah samping kiri. Pasien jatuh ke kanan dan menabrak pembatas jalan. Pada saat kejadian, pasien dalam keadaan sadar, tanpa tanda-tanda cedera kepala. Pada cruris kanan, terdapat swelling dan deformitas tanpa adanya vulnus apertum. Nyeri tekan dan krepitasi ditemukan pada palpasi, yang disertai dengan ketidakmampuan pasien melakukan knee flexion dan keterbatasan rentang gerak (ROM). Pemeriksaan x-ray dan CT scan menunjukkan adanya fraktur komunitif pada genu kanan. Saat ini pasien dirawat diruang trauma post operasi ORIF hari ke 2 dan dalam kondisi tidak saadar atau disorientasi. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi pernapasan 20 kali per menit, nadi 82 kali per menit, dan suhu tubuh 36,8ēC. Selanjutnya, kaki pasien tampak dibalut dengan tensocrepe dan verban. Hasil pengkajian didapatkan verban dan tensocrepe tampak basah dan terdapat rembesan darah. Drainase aktif dengan jumlah volume ą 30 ml/24 jam. Pasien mengatakan nafsu makan sedikit menurun karena nyeri post operasi dan sedikit mual. Saat ini pasien menggunakan folley catheter untuk BAK. Saat pengkajian tampak urine berwarna kuning jernih. Tidak terdapat informasi khusus mengenai pola eliminasi pada pasien ini. Pasien mengeluh mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dialami nya saat ini, pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun ketika tidur malam hari. Pasien mengatakan sulit memulai tertidur lagi ketika terbangun dan mengatakan mungkin hanya tidur tertidur ą 5 jam. Pasien melaporkan adanya nyeri hebat pada kaki kanan, yang terus-menerus dan mengganggu. Hasil pengkajian didapatkan pasien mengeluh nyeri muncul sepanjang waktu nyeri seperti tertusuk tusuk dan seperti disayat pada daerah operasi ORIF, nyeri berkurang setelah mendapatkan analgesik dan skala nyeri 6. Tidak ada keluhan lain terkait penglihatan, pendengaran, atau kemampuan berpikir. Pasien juga menunjukkan kecemasan terkait kondisi cederanya, khawatir bahwa ia mungkin tidak bisa pulih sepenuhnya. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang aktif dalam mengurus keluarga dan pekerjaan rumah. Cedera yang dialaminya menimbulkan kekhawatiran akan kemampuannya untuk kembali menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Pasien merasa terganggu dengan kondisi fisiknya yang terbatas dan takut menjadi beban bagi keluarganya. Ia juga merasa cemas tentang kemungkinan perlunya operasi dan rehabilitasi jangka panjang. Pasien seorang ibu dari dua anak dan istri yang sangat terlibat dalam keluarga. Sebelum kecelakaan, ia berperan sebagai pengurus utama rumah tangga. Cedera ini menyebabkan Ny. H tidak mampu menjalankan peran tersebut. Suaminya kini harus mengambil alih sebagian besar tugas rumah tangga. Selanjutnya, pasien mengatakan tidak masalah terkait fungsi seksual atau reproduksi. Namun, ia khawatir bahwa cedera ini dan ketidakmampuan fisiknya dapat mempengaruhi keintiman dengan suaminya, meskipun belum ada perubahan yang signifikan dalam hubungan tersebut sejak operasi ORIF. Pasien mengatakan tidak stres menghadapi kondisi ini karena support suami dan keluarga sangat membantu nya. Pasien mengatakan selalu berbicara dengan keluarga dan berdoa terkait kondisinya saat ini. Pasien merasa banyak mendapat dukungan dalam menghadapi situasi ini. Pasien memiliki keyakinan agama yang kuat. Hal ini terlihat dalam rutinitas sehar-hari pasien selama perawatan dimana pasien tetap menjalankan aktivitas ibadah sholat meskipun dalam kondisi terbatas. Pasien mengatakan dalam doanya ia meminta agar dapat pulih sepenuhnya dan kembali menjalani hidup normal. Hasil pemeriksaan penunjang pre-op ORIF Saat ini pasien mendapatkan therapy : IVFD RL 500cc 20 tetes/menit Cefriaxson 2x1 gram /12 Jam (IV) Ranitidine 2x1 gram /12 Jam (IV) Ketorolac 2 x 30 mg/12 jam (IV)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus fraktur:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Nyeri akut (SDKI: Nyeri Akut; Kode: 00132)
b. Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI: Gangguan Mobilitas Fisik; Kode: 00085)
c. Intoleransi Aktivitas (SDKI: Intoleransi Aktivitas; Kode: 00092)
d. Risiko Infeksi (SDKI: Risiko Infeksi; Kode: 00004)
e. Gangguan Pola Tidur (SDKI: Gangguan Pola Tidur; Kode: 00198)
f. Kecemasan (SDKI: Kecemasan; Kode: 00146)
2. Penjelasan Singkat SDKI-SLKI-SIKI:
a. Nyeri Akut (SDKI: Nyeri Akut; Kode: 00132)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut.
b. Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI: Gangguan Mobilitas Fisik; Kode: 00085)
Definisi: Keterbatasan dalam kemampuan untuk bergerak secara mandiri di lingkungan.
c. Intoleransi Aktivitas (SDKI: Intoleransi Aktivitas; Kode: 00092)
Definisi: Tidak adanya energi yang cukup untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas rutin.
d. Risiko Infeksi (SDKI: Risiko Infeksi; Kode: 00004)
Definisi: Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
e. Gangguan Pola Tidur (SDKI: Gangguan Pola Tidur; Kode: 00198)
Definisi: Gangguan kuantitas dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi normal individu.
f. Kecemasan (SDKI: Kecemasan; Kode: 00146)
Definisi: Respon emosional dan psikologis individu terhadap sumber ancaman yang tidak jelas dan nonspesifik. -
Article No. 20982 | 22 Aug 2025
Klinis : kelemahan ekstremitas atas dan bawah sejak 3 hari yang lalu muncul secara tiba tiba, badan lemas
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan penjelasan rinci dan terperinci terkait dengan kondisi yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan gejala yang Anda paparkan, yaitu kelemahan ekstremitas atas dan bawah serta badan lemas yang muncul secara tiba-tiba sejak 3 hari yang lalu, maka diagnosa keperawatan yang sesuai mengacu pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Mobilitas Fisik Terganggu". Diagnosa ini mencakup penurunan kemampuan untuk melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah pada tubuh atau bagian tubuh.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, luaran/output yang diharapkan berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah:
1. Pergerakan Ekstremitas Membaik: Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan menggerakkan ekstremitas atas dan bawah secara mandiri.
2. Kekuatan Otot Meningkat: Pasien menunjukkan peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah.
3. Mobilitas Fisik Membaik: Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah pada tubuh atau bagian tubuh.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, intervensi keperawatan yang diperlukan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah:
1. Manajemen Aktivitas
- Identifikasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
- Atur aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
- Berikan bantuan dan alat bantu jika diperlukan
- Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
2. Terapi Latihan Gerak
- Identifikasi kemampuan pasien dalam melakukan pergerakan
- Kembangkan program latihan pergerakan ekstremitas atas dan bawah
- Lakukan latihan pergerakan ekstremitas secara bertahap
- Evaluasi kemajuan pasien dalam melakukan latihan
3. Perawatan Sirkulasi
- Kaji tanda-tanda vital pasien
- Pantau dan atasi masalah sirkulasi, jika ada
- Berikan intervensi untuk meningkatkan sirkulasi, jika diperlukan
4. Edukasi Kesehatan
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang kondisi yang dialami
- Ajarkan teknik-teknik untuk mempertahankan dan meningkatkan mobilitas
- Motivasi pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam proses pemulihan
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI: "Mobilitas Fisik Terganggu" merupakan diagnosis keperawatan yang tepat karena mencakup penurunan kemampuan untuk melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah pada tubuh atau bagian tubuh, sesuai dengan gejala yang Anda paparkan.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Pergerakan Ekstremitas Membaik: Indikator keberhasilan adalah pasien dapat meningkatkan kemampuan menggerakkan ekstremitas atas dan bawah secara mandiri.
b. Kekuatan Otot Meningkat: Indikator keberhasilan adalah pasien menunjukkan peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah.
c. Mobilitas Fisik Membaik: Indikator keberhasilan adalah pasien menunjukkan peningkatan kemampuan melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah pada tubuh atau bagian tubuh.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Manajemen Aktivitas: Bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan pasien, mengatur aktivitas sesuai kemampuan, memberikan bantuan, dan mengevaluasi respon pasien.
b. Terapi Latihan Gerak: Bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan pasien, mengembangkan program latihan pergerakan, melakukan latihan secara bertahap, dan mengevaluasi kemajuan pasien.
c. Perawatan Sirkulasi: Bertujuan untuk mengkaji tanda-tanda vital, memantau dan mengatasi masalah sirkulasi, serta memberikan intervensi untuk meningkatkan sirkulasi.
d. Edukasi Kesehatan: Bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, mengajarkan teknik-teknik untuk mempertahankan dan meningkatkan mobilitas, serta memotivasi pasien dan keluarga.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memahami kondisi pasien dan rencana asuhan keperawatan yang dapat diberikan. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, saya siap membantu. -
Article No. 20983 | 22 Aug 2025
Klinis : Klien mengatakan badannya kaku karena efek minum obat jiwa sehingga pergerakan lambat
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda sampaikan, di mana klien mengeluhkan badannya kaku karena efek minum obat jiwa sehingga pergerakannya lambat, maka diagnosis keperawatan yang mungkin sesuai adalah:
1. Gangguan Mobilitas Fisik
Kode SDKI: 00085
Definisi: Keterbatasan dalam kemampuan untuk melakukan pergerakan fisik yang independen dan terkoordinasi.
Penjelasan singkat:
Gangguan Mobilitas Fisik adalah kondisi di mana klien mengalami keterbatasan dalam melakukan pergerakan fisik secara independen dan terkoordinasi. Hal ini dapat disebabkan oleh efek samping obat-obatan, seperti kekakuan dan gerakan yang lambat.
2. Risiko Jatuh
Kode SDKI: 00155
Definisi: Kerentanan untuk mengalami jatuh yang dapat menyebabkan cedera, yang disebabkan oleh faktor-faktor dalam diri individu atau lingkungan.
Penjelasan singkat:
Risiko Jatuh adalah kondisi di mana klien memiliki kerentanan untuk mengalami jatuh yang dapat menyebabkan cedera. Pada kasus ini, klien dengan gangguan mobilitas fisik akibat efek obat jiwa memiliki risiko lebih tinggi untuk jatuh.
Kode SLKI:
1. Gangguan Mobilitas Fisik: L0106
2. Risiko Jatuh: L0114
Kode SIKI:
1. Gangguan Mobilitas Fisik: I0102
2. Risiko Jatuh: I0120
Diharapkan penjelasan singkat mengenai diagnosa keperawatan dan kodenya berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dapat bermanfaat. Silakan tanyakan jika ada hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut. -
Article No. 20984 | 22 Aug 2025
Klinis : Klien mengatakan badannya kaku karena efek minum obat jiwa sehingga pergerakan lambat
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \rtf1\ansi\ansicpg1252\deff0\nouicompat{\fonttbl{\f0\fnil\fcharset0 Calibri;}}
{\colortbl;\red0\green0\blue0;\red0\green0\blue255;}
{\*\generator Riched20 10.0.19041}\viewkind4\uc1
\pard\sa200\sl276\slmult1\f0\fs22\lang1057 Berdasarkan kondisi klien yang mengeluhkan badan kaku akibat efek samping obat psikotropika dengan pergerakan lambat, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat sesuai standar SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):\par
\b Diagnosa Keperawatan (SDKI):\b0\par
\cf2\ul Kode: D.0016\cf1\ulnone - \cf2\ul Gangguan Mobilitas Fisik\cf1\ulnone\par
\b Definisi:\b0 Kondisi di mana individu mengalami keterbatasan dalam pergerakan fisik secara mandiri akibat faktor internal atau eksternal, termasuk efek samping obat.\par
\b Faktor Terkait:\b0 Efek samping obat psikotropika (seperti ekstrapiramidal) yang menyebabkan kekakuan otot dan retardasi psikomotor.\par
\b Luaran Keperawatan (SLKI):\b0\par
\cf2\ul Kode: L.0403\cf1\ulnone - \cf2\ul Mobilitas Fisik Meningkat\cf1\ulnone\par
\b Definisi:\b0 Tingkat kemampuan klien dalam melakukan pergerakan fisik secara bertahap membaik, ditandai dengan penurunan kekakuan otot dan peningkatan kecepatan serta kualitas gerak.\par
\b Indikator:\b0 Klien dapat menggerakkan anggota tubuh dengan lebih leluasa, melakukan aktivitas harian dengan bantuan minimal, dan melaporkan penurunan keluhan kaku.\par
\b Intervensi Keperawatan (SIKI):\b0\par
\cf2\ul Kode: I.04070\cf1\ulnone - \cf2\ul Manajemen Efek Samping Obat\cf1\ulnone\par
\b Definisi:\b0 Tindakan keperawatan untuk memantau, mencegah, dan mengurangi efek samping obat, termasuk intervensi non-farmakologis dan kolaborasi dengan tim medis.\par
\b Aktivitas:\b0 \par
- Memantau tanda-tanda kekakuan otot dan retardasi psikomotor secara berkala.\par
- Melakukan mobilisasi bertahap dan latihan rentang gerak (ROM) untuk mengurangi kekakuan.\par
- Edukasi klien dan keluarga tentang efek samping obat serta strategi penanganannya.\par
- Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dosis atau pertimbangan obat antagonis (contoh: antikolinergik) jika diperlukan.\par
- Memberikan lingkungan yang aman untuk mencegah risiko cedera akibat gangguan mobilitas.\par
\b Catatan:\b0 Pendekatan akademis dan persona pakar perawat diterapkan dengan menggunakan terminologi klinis yang tepat, evidence-based practice, dan kolaborasi interdisipliner untuk memastikan asuhan keperawatan yang komprehensif.\par
} -
Article No. 20985 | 22 Aug 2025
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis awal pasien adalah tuberkulosis paru. Berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis (jika ada):
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis dan histologis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 87.44
- Deskripsi: Biopsi paru, jarum aspiasi
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 A15.0 merupakan kode untuk tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis dan histologis. Hal ini sesuai dengan gejala yang dialami pasien, yaitu batuk berdahak, demam, sesak napas, dan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya lesi di paru.
2. Kode ICD-9-CM 87.44 untuk biopsi paru, jarum aspirasi merupakan prosedur yang mungkin dilakukan untuk konfirmasi diagnosis tuberkulosis paru pada pasien ini. Prosedur ini dilakukan untuk mengambil sampel jaringan atau cairan dari paru untuk pemeriksaan mikrobiologis atau histologis.
Catatan: Kode ICD-9-CM hanya digunakan di beberapa negara, sedangkan kode ICD-10 merupakan standar internasional untuk diagnosis penyakit.