Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 9400 | 19 Dec 2024
Klinis : resiko perilaku kekerasan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani kondisi risiko perilaku kekerasan. Saya akan berperan sebagai seorang pakar perawat yang menyampaikan informasi dalam nada akademis.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi risiko perilaku kekerasan:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi risiko perilaku kekerasan berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah "Risiko Perilaku Kekerasan". Diagnosa ini mengacu pada adanya kemungkinan individu untuk terlibat dalam tindakan yang dapat melukai diri sendiri atau orang lain, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan, luaran/output yang diharapkan berdasarkan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah:
a. Kontrol Perilaku: Pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk mengendalikan perilaku agresif atau destruktif.
b. Integritas Fisik: Pasien dapat mempertahankan integritas fisik dan tidak terlibat dalam tindakan kekerasan yang dapat melukai diri sendiri atau orang lain.
c. Keamanan Diri: Pasien dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi diri sendiri dan orang lain.
d. Stabilitas Emosi: Pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk mengelola emosi negatif, seperti kemarahan atau agresi, dengan cara yang konstruktif.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia), beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan luaran pada kondisi risiko perilaku kekerasan adalah:
a. Manajemen Perilaku: Mengidentifikasi pemicu perilaku kekerasan, menyediakan lingkungan yang aman, dan membantu pasien mengembangkan strategi untuk mengendalikan perilaku agresif.
b. Terapi Aktivitas Kelompok: Melibatkan pasien dalam kegiatan kelompok yang dapat membantu mereka belajar dan menerapkan keterampilan komunikasi, pemecahan masalah, dan manajemen emosi yang lebih efektif.
c. Edukasi Kesehatan: Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang risiko perilaku kekerasan, cara mengenali tanda-tanda, dan strategi untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif.
d. Dukungan Emosional: Memberikan dukungan dan empati kepada pasien, serta membantu mereka mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi dengan cara yang konstruktif.
e. Terapi Kognitif: Membantu pasien mengidentifikasi dan mengubah pola pikir maladaptif yang dapat memicu perilaku kekerasan, serta mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah secara konstruktif.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan terarah, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan, yaitu mampu mengendalikan perilaku kekerasan, mempertahankan integritas fisik, menciptakan lingkungan yang aman, dan mengelola emosi negatif secara efektif. -
Article No. 9401 | 19 Dec 2024
Klinis : • Gangguan proses pikir berhubungan dengan perubahan biokimia otak
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan rinci terkait diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi "Gangguan proses pikir berhubungan dengan perubahan biokimia otak" dalam format akademis dan persona pakar, perawat.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah "Gangguan proses pikir" terkait dengan "perubahan biokimia otak". Gangguan proses pikir merupakan suatu kondisi di mana individu mengalami perubahan atau distorsi dalam kemampuan berpikir, reasoning, dan memproses informasi secara efektif. Perubahan biokimia otak dapat berkontribusi pada munculnya gangguan proses pikir, seperti disregulasi neurotransmitter, perubahan struktural otak, dan disfungsi metabolik.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Klien menunjukkan peningkatan proses berpikir yang adaptif, ditandai dengan kemampuan untuk mengungkapkan ide-ide secara koheren, logis, dan relevan.
2. Klien dapat mendemonstrasikan kemampuan untuk menerima, memproses, dan mengingat informasi baru secara efektif.
3. Klien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
4. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam aktivitas sehari-hari dan interaksi sosial tanpa adanya hambatan yang signifikan akibat gangguan proses pikir.
5. Klien dan keluarga melaporkan peningkatan kualitas hidup terkait dengan perbaikan fungsi kognitif.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Asesmen komprehensif: Lakukan asesmen mendalam terhadap fungsi kognitif, proses berpikir, dan faktor-faktor yang berkontribusi pada perubahan biokimia otak, seperti riwayat medis, pola tidur, nutrisi, dan gaya hidup.
2. Manajemen lingkungan: Ciptakan lingkungan yang tenang, terstruktur, dan mendukung untuk memfasilitasi proses berpikir yang optimal. Hindari stimulasi berlebihan dan distraksi.
3. Terapi Orientasi Realitas: Berikan intervensi Terapi Orientasi Realitas untuk membantu klien mempertahankan koneksi dengan realitas, meningkatkan orientasi diri, dan memperkuat kemampuan fungsi kognitif.
4. Stimulasi Kognitif: Lakukan aktivitas stimulasi kognitif yang terstruktur, seperti latihan memori, atensi, dan fungsi eksekutif untuk memperkuat dan meningkatkan proses berpikir.
5. Edukasi dan dukungan keluarga: Edukasikan keluarga mengenai kondisi klien, strategi manajemen, dan peran mereka dalam mendukung proses pemulihan. Libatkan keluarga dalam perencanaan dan implementasi asuhan keperawatan.
6. Kolaborasi interprofesional: Koordinasi dengan tenaga profesional lain, seperti psikiater, neuropsikolog, atau terapis okupasi, untuk memberikan pendekatan terpadu dalam mengelola gangguan proses pikir.
7. Evaluasi dan Penyesuaian Intervensi: Secara berkala evaluasi efektivitas intervensi dan lakukan penyesuaian sesuai dengan respon klien untuk memaksimalkan hasil.
Dengan pendekatan komprehensif yang mencakup asesmen, intervensi keperawatan, dan kolaborasi interprofesional, diharapkan klien dapat mencapai luaran yang diharapkan berupa peningkatan proses berpikir, kemampuan kognitif, dan kualitas hidup. -
Article No. 9402 | 19 Dec 2024
Klinis : Ny. S berumur 20 tahun, Ny. S adalah asli suku Jawa. Suku Jawa adalah salah satu suku yang kaya akan budaya dan tradisi di Indonesia. Masyarakat Jawa dikenal sangat kental dengan nilai-nilai adat dan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Di Jawa, budaya dan tradisi memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari upacara adat, acara selametan (syukuran), hingga ritual-ritual tertentu yang dilaksanakan untuk menghormati leluhur atau memohon keselamatan. Ny. S menikah dengan Tn. A, yang juga berasal dari suku Jawa. Mereka berdua berlatar belakang pendidikan yang terbatas, yakni tamat Sekolah Dasar. Mereka hidup sederhana di sebuah desa di Jawa Tengah. Tn. A bekerja sebagai petani di lahan pertanian yang diwariskan oleh orang tuanya, sedangkan Ny. S adalah ibu rumah tangga yang turut membantu suaminya di ladang dan merawat rumah serta keluarga mereka. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan yang kuat, Hal ini tercermin dalam kebiasaan mereka yang selalu mengadakan selametan untuk merayakan atau memohon keselamatan, terutama saat ada acara besar seperti pernikahan, kelahiran, atau bahkan saat seseorang sakit. Pada saat Ny. S hamil, ia mengikuti tradisi yang sangat dijunjung tinggi dalam keluarganya. Ketika mengetahui kehamilannya, keluarga besar mereka segera menyarankan untuk melaksanakan ritual mitoni (upacara tujuh bulan kehamilan) yang dipercaya dapat membawa keberkahan dan melindungi ibu serta janinnya. Salah satu bagian dari tradisi ini adalah pemakaian benda tajam seperti peniti, gunting, atau cutter yang disematkan di bra ibu hamil, dengan keyakinan bahwa benda tajam tersebut dapat melindungi janin dari segala bahaya, termasuk dari gangguan makhluk halus atau energi negatif. Kepercayaan tersebut sangat dijunjung oleh keluarga Ny. S, yang mempercayai bahwa benda tajam ini akan memberikan perlindungan gaib terhadap bayi yang sedang dikandung. Mereka meyakini bahwa dengan mengikuti petuah tersebut, bayi yang akan lahir akan terhindar dari marabahaya dan dapat lahir dengan selamat. Pada saat kehamilan Ny. S memasuki bulan kesembilan, ia mulai merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Pada suatu hari, ketika Ny. S dibawa ke rumah sakit untuk menjalani persalinan, perawat yang bertugas, Perawat D, saat membantu pemeriksaan awal dan mempersiapkan Ny. S untuk proses kelahiran, menemukan adanya benda tajam yang disematkan di bra Ny. S. Perawat D segera merasa khawatir karena benda tajam tersebut, seperti peniti, gunting, dan cutter, yang merupakan bagian dari tradisi keluarga Ny. S, dapat membahayakan kesehatan ibu, terutama saat dalam kondisi melahirkan yang membutuhkan prosedur medis yang aman. Perawat D dengan hati-hati menjelaskan kepada Ny. S dan keluarganya bahwa benda-benda tajam tersebut harus segera dilepas, karena dapat menghalangi prosedur medis dan bahkan berisiko menimbulkan infeksi atau cedera pada kulit Ny. S selama persalinan. Meskipun keluarga Ny. S merasa cemas, mereka tetap terbuka untuk mendengarkan penjelasan tersebut, meskipun pada awalnya mereka merasa benda tajam tersebut memiliki kekuatan spiritual yang sangat mereka percayai. Perawat D kemudian memberikan edukasi lebih lanjut mengenai pentingnya mengikuti prosedur medis yang telah terbukti aman dan efektif, serta menjelaskan bahwa upaya perlindungan bayi sebaiknya didasarkan pada perawatan medis yang benar, bukan hanya pada benda-benda mistis atau tradisi yang tidak terbukti secara ilmiah. Setelah benda-benda tajam tersebut dilepas, proses persalinan berjalan dengan lancar. Ny. S akhirnya melahirkan seorang bayi sehat, meskipun awalnya ia merasa ragu untuk melepaskan benda tajam yang telah menjadi bagian dari tradisinya. Dengan dukungan perawat dan penjelasan medis yang diberikan, keluarga Ny. S mulai memahami bahwa perlindungan bayi yang sesungguhnya datang dari perawatan medis yang baik dan benar, bukan hanya dari benda-benda yang disematkan berdasarkan kepercayaan tradisional.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, saya sebagai pakar keperawatan dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Ny. S sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Praktik Kesehatan (NANDA-I)
Definisi: Pola perilaku dan/atau tindakan yang tidak konsisten dengan mempertahankan kesehatan.
2. Risiko Infeksi (NANDA-I)
Definisi: Peningkatan risiko terinfeksi organisme patogen.
Penjelasan singkat berdasarkan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Ketidakefektifan Praktik Kesehatan
- SDKI: Ketidakmampuan individu dalam melakukan tindakan promotif dan preventif untuk memelihara kesehatan.
- SLKI: Perawat membantu individu, keluarga, dan masyarakat untuk mengidentifikasi dan mengubah praktik kesehatan yang tidak efektif menjadi praktik kesehatan yang efektif.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat diberikan adalah edukasi kesehatan, konseling, dan fasilitasi perubahan perilaku untuk meningkatkan praktik kesehatan yang efektif.
2. Risiko Infeksi
- SDKI: Kondisi yang menunjukkan peningkatan risiko terpapar agen infeksi.
- SLKI: Perawat memantau dan mengelola faktor-faktor yang meningkatkan risiko infeksi pada individu.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat diberikan adalah manajemen lingkungan, pemberian imunisasi, dan pencegahan infeksi.
Dalam kasus Ny. S, perawat perlu memberikan edukasi terkait pentingnya mengikuti prosedur medis yang aman dan efektif, serta menjelaskan bahwa upaya perlindungan bayi sebaiknya didasarkan pada perawatan medis yang benar, bukan hanya pada benda-benda mistis atau tradisi yang tidak terbukti secara ilmiah. Selain itu, perawat juga perlu memantau dan mengelola risiko infeksi yang dapat timbul dari penggunaan benda-benda tajam yang disematkan pada ibu hamil. -
Article No. 9403 | 19 Dec 2024
Klinis : Ny. S berumur 20 tahun, Ny. S adalah asli suku Jawa. Suku Jawa adalah salah satu suku yang kaya akan budaya dan tradisi di Indonesia. Masyarakat Jawa dikenal sangat kental dengan nilai-nilai adat dan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Di Jawa, budaya dan tradisi memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari upacara adat, acara selametan (syukuran), hingga ritual-ritual tertentu yang dilaksanakan untuk menghormati leluhur atau memohon keselamatan. Ny. S menikah dengan Tn. A, yang juga berasal dari suku Jawa. Mereka berdua berlatar belakang pendidikan yang terbatas, yakni tamat Sekolah Dasar. Mereka hidup sederhana di sebuah desa di Jawa Tengah. Tn. A bekerja sebagai petani di lahan pertanian yang diwariskan oleh orang tuanya, sedangkan Ny. S adalah ibu rumah tangga yang turut membantu suaminya di ladang dan merawat rumah serta keluarga mereka. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan yang kuat, Hal ini tercermin dalam kebiasaan mereka yang selalu mengadakan selametan untuk merayakan atau memohon keselamatan, terutama saat ada acara besar seperti pernikahan, kelahiran, atau bahkan saat seseorang sakit. Pada saat Ny. S hamil, ia mengikuti tradisi yang sangat dijunjung tinggi dalam keluarganya. Ketika mengetahui kehamilannya, keluarga besar mereka segera menyarankan untuk melaksanakan ritual mitoni (upacara tujuh bulan kehamilan) yang dipercaya dapat membawa keberkahan dan melindungi ibu serta janinnya. Salah satu bagian dari tradisi ini adalah pemakaian benda tajam seperti peniti, gunting, atau cutter yang disematkan di bra ibu hamil, dengan keyakinan bahwa benda tajam tersebut dapat melindungi janin dari segala bahaya, termasuk dari gangguan makhluk halus atau energi negatif. Kepercayaan tersebut sangat dijunjung oleh keluarga Ny. S, yang mempercayai bahwa benda tajam ini akan memberikan perlindungan gaib terhadap bayi yang sedang dikandung. Mereka meyakini bahwa dengan mengikuti petuah tersebut, bayi yang akan lahir akan terhindar dari marabahaya dan dapat lahir dengan selamat. Pada saat kehamilan Ny. S memasuki bulan kesembilan, ia mulai merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Pada suatu hari, ketika Ny. S dibawa ke rumah sakit untuk menjalani persalinan, perawat yang bertugas, Perawat D, saat membantu pemeriksaan awal dan mempersiapkan Ny. S untuk proses kelahiran, menemukan adanya benda tajam yang disematkan di bra Ny. S. Perawat D segera merasa khawatir karena benda tajam tersebut, seperti peniti, gunting, dan cutter, yang merupakan bagian dari tradisi keluarga Ny. S, dapat membahayakan kesehatan ibu, terutama saat dalam kondisi melahirkan yang membutuhkan prosedur medis yang aman. Perawat D dengan hati-hati menjelaskan kepada Ny. S dan keluarganya bahwa benda-benda tajam tersebut harus segera dilepas, karena dapat menghalangi prosedur medis dan bahkan berisiko menimbulkan infeksi atau cedera pada kulit Ny. S selama persalinan. Meskipun keluarga Ny. S merasa cemas, mereka tetap terbuka untuk mendengarkan penjelasan tersebut, meskipun pada awalnya mereka merasa benda tajam tersebut memiliki kekuatan spiritual yang sangat mereka percayai. Perawat D kemudian memberikan edukasi lebih lanjut mengenai pentingnya mengikuti prosedur medis yang telah terbukti aman dan efektif, serta menjelaskan bahwa upaya perlindungan bayi sebaiknya didasarkan pada perawatan medis yang benar, bukan hanya pada benda-benda mistis atau tradisi yang tidak terbukti secara ilmiah. Setelah benda-benda tajam tersebut dilepas, proses persalinan berjalan dengan lancar. Ny. S akhirnya melahirkan seorang bayi sehat, meskipun awalnya ia merasa ragu untuk melepaskan benda tajam yang telah menjadi bagian dari tradisinya. Dengan dukungan perawat dan penjelasan medis yang diberikan, keluarga Ny. S mulai memahami bahwa perlindungan bayi yang sesungguhnya datang dari perawatan medis yang baik dan benar, bukan hanya dari benda-benda yang disematkan berdasarkan kepercayaan tradisional.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI
Berdasarkan kasus Ny. S, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Risiko Infeksi
- Definisi: Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat membahayakan kesehatan.
- Faktor Risiko: Prosedur invasif, penggunaan benda tajam, perilaku kesehatan yang tidak adekuat.
2. Kesiapan Meningkatkan Keyakinan Tradisional
- Definisi: Pola keyakinan, nilai, dan praktik tradisional yang dapat ditingkatkan.
- Faktor Terkait: Latar belakang budaya, keyakinan dan praktik tradisional yang kuat.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI)
1. Risiko Infeksi
- Tanda dan Gejala Infeksi Terkendali
- Tidak Terjadi Infeksi
2. Keyakinan Tradisional Meningkat
- Pemahaman Meningkat tentang Praktik Tradisional
- Keterlibatan dalam Praktik Tradisional Menurun
- Kepatuhan terhadap Prosedur Medis Meningkat
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI)
1. Risiko Infeksi
- Identifikasi Faktor Risiko Infeksi
- Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan lain untuk Menghilangkan Benda Tajam
- Edukasi Pasien dan Keluarga tentang Risiko Infeksi
- Pemantauan Tanda-Tanda Infeksi
2. Kesiapan Meningkatkan Keyakinan Tradisional
- Klarifikasi Nilai dan Keyakinan Tradisional Pasien
- Fasilitasi Diskusi tentang Praktik Tradisional dan Perawatan Medis
- Kolaborasi dengan Pemuka Adat/Agama untuk Memfasilitasi Perubahan Perilaku
- Edukasi Pasien dan Keluarga tentang Keselamatan Medis
Penjelasan Rinci:
Berdasarkan kasus Ny. S, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Risiko Infeksi dan Kesiapan Meningkatkan Keyakinan Tradisional. Risiko Infeksi muncul karena adanya penggunaan benda tajam yang dapat membahayakan kesehatan ibu selama persalinan. Sementara itu, Kesiapan Meningkatkan Keyakinan Tradisional terkait dengan latar belakang budaya dan praktik tradisional yang kuat dalam keluarga Ny. S.
Luaran yang diharapkan untuk Risiko Infeksi adalah tanda dan gejala infeksi terkendali serta tidak terjadi infeksi. Sedangkan untuk Kesiapan Meningkatkan Keyakinan Tradisional, luarannya adalah pemahaman meningkat tentang praktik tradisional, keterlibatan dalam praktik tradisional menurun, dan kepatuhan terhadap prosedur medis meningkat.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut antara lain: mengidentifikasi faktor risiko infeksi, melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk menghilangkan benda tajam, memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang risiko infeksi serta pemantauan tanda-tanda infeksi. Untuk Kesiapan Meningkatkan Keyakinan Tradisional, intervensi yang perlu dilakukan adalah klarifikasi nilai dan keyakinan tradisional pasien, fasilitasi diskusi tentang praktik tradisional dan perawatan medis, kolaborasi dengan pemuka adat/agama, serta edukasi pasien dan keluarga tentang keselamatan medis.
Dengan intervensi yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan dapat membantu pasien dan keluarga memahami pentingnya mengikuti prosedur medis yang aman, sehingga dapat mencegah risiko infeksi dan melindungi kesehatan ibu serta bayi selama proses persalinan. -
Article No. 9404 | 19 Dec 2024
Klinis : Ny. S berumur 20 tahun, Ny. S adalah asli suku Jawa. Suku Jawa adalah salah satu suku yang kaya akan budaya dan tradisi di Indonesia. Masyarakat Jawa dikenal sangat kental dengan nilai-nilai adat dan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Di Jawa, budaya dan tradisi memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari upacara adat, acara selametan (syukuran), hingga ritual-ritual tertentu yang dilaksanakan untuk menghormati leluhur atau memohon keselamatan. Ny. S menikah dengan Tn. A, yang juga berasal dari suku Jawa. Mereka berdua berlatar belakang pendidikan yang terbatas, yakni tamat Sekolah Dasar. Mereka hidup sederhana di sebuah desa di Jawa Tengah. Tn. A bekerja sebagai petani di lahan pertanian yang diwariskan oleh orang tuanya, sedangkan Ny. S adalah ibu rumah tangga yang turut membantu suaminya di ladang dan merawat rumah serta keluarga mereka. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan yang kuat, Hal ini tercermin dalam kebiasaan mereka yang selalu mengadakan selametan untuk merayakan atau memohon keselamatan, terutama saat ada acara besar seperti pernikahan, kelahiran, atau bahkan saat seseorang sakit. Pada saat Ny. S hamil, ia mengikuti tradisi yang sangat dijunjung tinggi dalam keluarganya. Ketika mengetahui kehamilannya, keluarga besar mereka segera menyarankan untuk melaksanakan ritual mitoni (upacara tujuh bulan kehamilan) yang dipercaya dapat membawa keberkahan dan melindungi ibu serta janinnya. Salah satu bagian dari tradisi ini adalah pemakaian benda tajam seperti peniti, gunting, atau cutter yang disematkan di bra ibu hamil, dengan keyakinan bahwa benda tajam tersebut dapat melindungi janin dari segala bahaya, termasuk dari gangguan makhluk halus atau energi negatif. Kepercayaan tersebut sangat dijunjung oleh keluarga Ny. S, yang mempercayai bahwa benda tajam ini akan memberikan perlindungan gaib terhadap bayi yang sedang dikandung. Mereka meyakini bahwa dengan mengikuti petuah tersebut, bayi yang akan lahir akan terhindar dari marabahaya dan dapat lahir dengan selamat. Pada saat kehamilan Ny. S memasuki bulan kesembilan, ia mulai merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Pada suatu hari, ketika Ny. S dibawa ke rumah sakit untuk menjalani persalinan, perawat yang bertugas, Perawat D, saat membantu pemeriksaan awal dan mempersiapkan Ny. S untuk proses kelahiran, menemukan adanya benda tajam yang disematkan di bra Ny. S. Perawat D segera merasa khawatir karena benda tajam tersebut, seperti peniti, gunting, dan cutter, yang merupakan bagian dari tradisi keluarga Ny. S, dapat membahayakan kesehatan ibu, terutama saat dalam kondisi melahirkan yang membutuhkan prosedur medis yang aman. Perawat D dengan hati-hati menjelaskan kepada Ny. S dan keluarganya bahwa benda-benda tajam tersebut harus segera dilepas, karena dapat menghalangi prosedur medis dan bahkan berisiko menimbulkan infeksi atau cedera pada kulit Ny. S selama persalinan. Meskipun keluarga Ny. S merasa cemas, mereka tetap terbuka untuk mendengarkan penjelasan tersebut, meskipun pada awalnya mereka merasa benda tajam tersebut memiliki kekuatan spiritual yang sangat mereka percayai. Perawat D kemudian memberikan edukasi lebih lanjut mengenai pentingnya mengikuti prosedur medis yang telah terbukti aman dan efektif, serta menjelaskan bahwa upaya perlindungan bayi sebaiknya didasarkan pada perawatan medis yang benar, bukan hanya pada benda-benda mistis atau tradisi yang tidak terbukti secara ilmiah. Setelah benda-benda tajam tersebut dilepas, proses persalinan berjalan dengan lancar. Ny. S akhirnya melahirkan seorang bayi sehat, meskipun awalnya ia merasa ragu untuk melepaskan benda tajam yang telah menjadi bagian dari tradisinya. Dengan dukungan perawat dan penjelasan medis yang diberikan, keluarga Ny. S mulai memahami bahwa perlindungan bayi yang sesungguhnya datang dari perawatan medis yang baik dan benar, bukan hanya dari benda-benda yang disematkan berdasarkan kepercayaan tradisional.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Risiko Infeksi berhubungan dengan penggunaan benda tajam (peniti, gunting, cutter) yang disematkan di pakaian dalam sebagai bagian dari tradisi budaya.
Luaran/Output yang Diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tidak Terjadi Infeksi
- Mempertahankan integritas kulit
- Mengendalikan faktor risiko infeksi
- Memantau tanda-tanda infeksi
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Risiko Infeksi
- Identifikasi faktor risiko infeksi
- Hilangkan/modifikasi faktor risiko infeksi
- Edukasi pasien dan keluarga tentang risiko infeksi
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mencegah infeksi
2. Perawatan Kulit
- Inspeksi kulit secara berkala
- Pertahankan kelembapan kulit
- Lindungi kulit dari kerusakan
3. Edukasi Kesehatan
- Jelaskan pentingnya kebersihan dan perawatan kulit
- Anjurkan pasien/keluarga untuk menghindari penggunaan benda tajam di pakaian dalam
- Berikan informasi terkait risiko dan komplikasi infeksi
Penjelasan:
Diagnosa keperawatan "Risiko Infeksi" dipilih karena adanya penggunaan benda tajam (peniti, gunting, cutter) yang disematkan di pakaian dalam Ny. S sebagai bagian dari tradisi budaya Jawa. Benda-benda tajam ini dapat menyebabkan luka pada kulit dan memicu terjadinya infeksi, terutama saat proses persalinan yang membutuhkan prosedur medis yang aman.
Luaran yang diharapkan adalah "Tidak Terjadi Infeksi", dengan fokus pada mempertahankan integritas kulit, mengendalikan faktor risiko infeksi, dan memantau tanda-tanda infeksi. Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi manajemen risiko infeksi, perawatan kulit, dan edukasi kesehatan bagi pasien dan keluarga. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infeksi dan memastikan proses persalinan berjalan dengan aman.
Peran perawat dalam situasi ini adalah memberikan edukasi yang komprehensif kepada Ny. S dan keluarganya, menjelaskan risiko penggunaan benda tajam, serta mendorong mereka untuk mengikuti prosedur medis yang aman dan efektif. Dengan pendekatan yang sensitif terhadap tradisi budaya, perawat dapat membantu Ny. S dan keluarganya memahami pentingnya perawatan medis yang benar, sehingga dapat menjaga kesehatan ibu dan bayi. -
Article No. 9405 | 19 Dec 2024
Klinis : Ny. S berumur 20 tahun, Ny. S adalah asli suku Jawa. Suku Jawa adalah salah satu suku yang kaya akan budaya dan tradisi di Indonesia. Masyarakat Jawa dikenal sangat kental dengan nilai-nilai adat dan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Di Jawa, budaya dan tradisi memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari upacara adat, acara selametan (syukuran), hingga ritual-ritual tertentu yang dilaksanakan untuk menghormati leluhur atau memohon keselamatan. Ny. S menikah dengan Tn. A, yang juga berasal dari suku Jawa. Mereka berdua berlatar belakang pendidikan yang terbatas, yakni tamat Sekolah Dasar. Mereka hidup sederhana di sebuah desa di Jawa Tengah. Tn. A bekerja sebagai petani di lahan pertanian yang diwariskan oleh orang tuanya, sedangkan Ny. S adalah ibu rumah tangga yang turut membantu suaminya di ladang dan merawat rumah serta keluarga mereka. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan yang kuat, Hal ini tercermin dalam kebiasaan mereka yang selalu mengadakan selametan untuk merayakan atau memohon keselamatan, terutama saat ada acara besar seperti pernikahan, kelahiran, atau bahkan saat seseorang sakit. Pada saat Ny. S hamil, ia mengikuti tradisi yang sangat dijunjung tinggi dalam keluarganya. Ketika mengetahui kehamilannya, keluarga besar mereka segera menyarankan untuk melaksanakan ritual mitoni (upacara tujuh bulan kehamilan) yang dipercaya dapat membawa keberkahan dan melindungi ibu serta janinnya. Salah satu bagian dari tradisi ini adalah pemakaian benda tajam seperti peniti, gunting, atau cutter yang disematkan di bra ibu hamil, dengan keyakinan bahwa benda tajam tersebut dapat melindungi janin dari segala bahaya, termasuk dari gangguan makhluk halus atau energi negatif. Kepercayaan tersebut sangat dijunjung oleh keluarga Ny. S, yang mempercayai bahwa benda tajam ini akan memberikan perlindungan gaib terhadap bayi yang sedang dikandung. Mereka meyakini bahwa dengan mengikuti petuah tersebut, bayi yang akan lahir akan terhindar dari marabahaya dan dapat lahir dengan selamat. Pada saat kehamilan Ny. S memasuki bulan kesembilan, ia mulai merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Pada suatu hari, ketika Ny. S dibawa ke rumah sakit untuk menjalani persalinan, perawat yang bertugas, Perawat D, saat membantu pemeriksaan awal dan mempersiapkan Ny. S untuk proses kelahiran, menemukan adanya benda tajam yang disematkan di bra Ny. S. Perawat D segera merasa khawatir karena benda tajam tersebut, seperti peniti, gunting, dan cutter, yang merupakan bagian dari tradisi keluarga Ny. S, dapat membahayakan kesehatan ibu, terutama saat dalam kondisi melahirkan yang membutuhkan prosedur medis yang aman. Perawat D dengan hati-hati menjelaskan kepada Ny. S dan keluarganya bahwa benda-benda tajam tersebut harus segera dilepas, karena dapat menghalangi prosedur medis dan bahkan berisiko menimbulkan infeksi atau cedera pada kulit Ny. S selama persalinan. Meskipun keluarga Ny. S merasa cemas, mereka tetap terbuka untuk mendengarkan penjelasan tersebut, meskipun pada awalnya mereka merasa benda tajam tersebut memiliki kekuatan spiritual yang sangat mereka percayai. Perawat D kemudian memberikan edukasi lebih lanjut mengenai pentingnya mengikuti prosedur medis yang telah terbukti aman dan efektif, serta menjelaskan bahwa upaya perlindungan bayi sebaiknya didasarkan pada perawatan medis yang benar, bukan hanya pada benda-benda mistis atau tradisi yang tidak terbukti secara ilmiah. Setelah benda-benda tajam tersebut dilepas, proses persalinan berjalan dengan lancar. Ny. S akhirnya melahirkan seorang bayi sehat, meskipun awalnya ia merasa ragu untuk melepaskan benda tajam yang telah menjadi bagian dari tradisinya. Dengan dukungan perawat dan penjelasan medis yang diberikan, keluarga Ny. S mulai memahami bahwa perlindungan bayi yang sesungguhnya datang dari perawatan medis yang baik dan benar, bukan hanya dari benda-benda yang disematkan berdasarkan kepercayaan tradisional.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kasus Ny. S:
1. Risiko Cedera berhubungan dengan penggunaan benda tajam yang disematkan di bra sesuai tradisi keluarga.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pasien bebas dari cedera selama proses persalinan.
2. Pasien dan keluarga memahami risiko penggunaan benda tajam selama persalinan.
3. Pasien dan keluarga menerima penjelasan perawat dan bersedia melepas benda tajam.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Identifikasi benda tajam yang disematkan di bra pasien dan nilai risiko cedera yang dapat ditimbulkan.
2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang risiko penggunaan benda tajam selama persalinan, termasuk kemungkinan terjadinya infeksi dan komplikasi lainnya.
3. Kolaborasi dengan pasien dan keluarga untuk melepas benda tajam secara hati-hati dan dengan penjelasan yang memadai.
4. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya mengikuti prosedur medis yang aman dan efektif untuk melindungi ibu dan bayi selama proses persalinan, bukan hanya bergantung pada tradisi atau kepercayaan yang tidak terbukti secara ilmiah.
5. Dorong pasien dan keluarga untuk terbuka dan kooperatif dalam menerima penjelasan dan intervensi perawat demi keselamatan ibu dan bayi.
6. Libatkan tim kesehatan lain (misalnya dokter) jika diperlukan untuk membantu menjelaskan pentingnya mengikuti prosedur medis yang aman selama persalinan.
7. Pantau kondisi pasien secara berkala selama proses persalinan untuk memastikan tidak terjadi komplikasi akibat penggunaan benda tajam.
8. Dokumentasikan semua intervensi yang dilakukan dan respon pasien serta keluarga.
Dengan pendekatan yang holistik, kolaboratif, dan berpusat pada pasien, diharapkan dapat memfasilitasi penerimaan pasien dan keluarga terhadap prosedur medis yang aman, serta menghindari risiko cedera yang dapat terjadi akibat penggunaan benda tajam selama proses persalinan. -
Article No. 9406 | 19 Dec 2024
Klinis : Ny. S berumur 20 tahun, Ny. S adalah asli suku Jawa. Suku Jawa adalah salah satu suku yang kaya akan budaya dan tradisi di Indonesia. Masyarakat Jawa dikenal sangat kental dengan nilai-nilai adat dan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Di Jawa, budaya dan tradisi memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari upacara adat, acara selametan (syukuran), hingga ritual-ritual tertentu yang dilaksanakan untuk menghormati leluhur atau memohon keselamatan. Ny. S menikah dengan Tn. A, yang juga berasal dari suku Jawa. Mereka berdua berlatar belakang pendidikan yang terbatas, yakni tamat Sekolah Dasar. Mereka hidup sederhana di sebuah desa di Jawa Tengah. Tn. A bekerja sebagai petani di lahan pertanian yang diwariskan oleh orang tuanya, sedangkan Ny. S adalah ibu rumah tangga yang turut membantu suaminya di ladang dan merawat rumah serta keluarga mereka. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan yang kuat, Hal ini tercermin dalam kebiasaan mereka yang selalu mengadakan selametan untuk merayakan atau memohon keselamatan, terutama saat ada acara besar seperti pernikahan, kelahiran, atau bahkan saat seseorang sakit. Pada saat Ny. S hamil, ia mengikuti tradisi yang sangat dijunjung tinggi dalam keluarganya. Ketika mengetahui kehamilannya, keluarga besar mereka segera menyarankan untuk melaksanakan ritual mitoni (upacara tujuh bulan kehamilan) yang dipercaya dapat membawa keberkahan dan melindungi ibu serta janinnya. Salah satu bagian dari tradisi ini adalah pemakaian benda tajam seperti peniti, gunting, atau cutter yang disematkan di bra ibu hamil, dengan keyakinan bahwa benda tajam tersebut dapat melindungi janin dari segala bahaya, termasuk dari gangguan makhluk halus atau energi negatif. Kepercayaan tersebut sangat dijunjung oleh keluarga Ny. S, yang mempercayai bahwa benda tajam ini akan memberikan perlindungan gaib terhadap bayi yang sedang dikandung. Mereka meyakini bahwa dengan mengikuti petuah tersebut, bayi yang akan lahir akan terhindar dari marabahaya dan dapat lahir dengan selamat. Pada saat kehamilan Ny. S memasuki bulan kesembilan, ia mulai merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Pada suatu hari, ketika Ny. S dibawa ke rumah sakit untuk menjalani persalinan, perawat yang bertugas, Perawat D, saat membantu pemeriksaan awal dan mempersiapkan Ny. S untuk proses kelahiran, menemukan adanya benda tajam yang disematkan di bra Ny. S. Perawat D segera merasa khawatir karena benda tajam tersebut, seperti peniti, gunting, dan cutter, yang merupakan bagian dari tradisi keluarga Ny. S, dapat membahayakan kesehatan ibu, terutama saat dalam kondisi melahirkan yang membutuhkan prosedur medis yang aman. Perawat D dengan hati-hati menjelaskan kepada Ny. S dan keluarganya bahwa benda-benda tajam tersebut harus segera dilepas, karena dapat menghalangi prosedur medis dan bahkan berisiko menimbulkan infeksi atau cedera pada kulit Ny. S selama persalinan. Meskipun keluarga Ny. S merasa cemas, mereka tetap terbuka untuk mendengarkan penjelasan tersebut, meskipun pada awalnya mereka merasa benda tajam tersebut memiliki kekuatan spiritual yang sangat mereka percayai. Perawat D kemudian memberikan edukasi lebih lanjut mengenai pentingnya mengikuti prosedur medis yang telah terbukti aman dan efektif, serta menjelaskan bahwa upaya perlindungan bayi sebaiknya didasarkan pada perawatan medis yang benar, bukan hanya pada benda-benda mistis atau tradisi yang tidak terbukti secara ilmiah. Setelah benda-benda tajam tersebut dilepas, proses persalinan berjalan dengan lancar. Ny. S akhirnya melahirkan seorang bayi sehat, meskipun awalnya ia merasa ragu untuk melepaskan benda tajam yang telah menjadi bagian dari tradisinya. Dengan dukungan perawat dan penjelasan medis yang diberikan, keluarga Ny. S mulai memahami bahwa perlindungan bayi yang sesungguhnya datang dari perawatan medis yang baik dan benar, bukan hanya dari benda-benda yang disematkan berdasarkan kepercayaan tradisional.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus di atas, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Ketidakpatuhan berhubungan dengan kepercayaan tradisional yang kuat.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan penggunaan benda tajam yang tidak steril.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan proses persalinan dari yang biasa dilakukan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Ketidakpatuhan
- Klien dan keluarga dapat menjelaskan pentingnya mengikuti prosedur medis yang aman.
- Klien dan keluarga dapat menunjukkan perilaku patuh terhadap rekomendasi perawatan medis.
2. Risiko infeksi
- Klien tidak mengalami komplikasi infeksi selama dan setelah proses persalinan.
- Klien dapat menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan dan sterilitas selama proses persalinan.
3. Kecemasan
- Klien dapat mengungkapkan perasaan cemas dan menerima dukungan emosional.
- Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Ketidakpatuhan
- Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang pentingnya mengikuti prosedur medis yang aman.
- Berikan edukasi tentang risiko penggunaan benda tajam selama persalinan dan manfaat perawatan medis yang aman.
- Libatkan keluarga untuk mendukung klien dalam mengikuti rekomendasi perawatan medis.
- Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi alternatif tradisi yang dapat dilakukan tanpa mengganggu prosedur medis.
2. Risiko infeksi
- Pantau tanda-tanda infeksi pada klien selama dan setelah proses persalinan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk menjaga sterilitas lingkungan dan alat-alat medis yang digunakan.
- Edukasi klien dan keluarga tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan selama proses persalinan.
- Anjurkan klien untuk segera melaporkan tanda-tanda infeksi.
3. Kecemasan
- Kaji tingkat kecemasan klien dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
- Berikan dukungan emosional dan bina hubungan saling percaya dengan klien.
- Ajarkan teknik relaksasi, seperti napas dalam, untuk mengurangi kecemasan.
- Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan dan pendampingan selama proses persalinan.
Penjelasan di atas menggambarkan pendekatan keperawatan holistik yang mempertimbangkan aspek budaya, medis, dan psikologis dari kondisi Ny. S. Perawat berperan penting dalam memfasilitasi pemahaman klien dan keluarga, serta membantu mereka beradaptasi dengan prosedur medis yang diperlukan tanpa mengesampingkan kepercayaan dan tradisi yang mereka pegang. -
Article No. 9407 | 19 Dec 2024
Klinis : pasien dengan inkontinensia urine pada lansia yang berobat kepuskesmas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Inkontinensia Urine pada Lansia
Penjelasan:
1. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
- Definisi: Ketidakmampuan mengendalikan pengeluaran urin secara tidak disengaja.
- Faktor yang Berhubungan: Penurunan fungsi sfingter, penurunan kontrol saraf pusat, penggunaan obat-obatan, peningkatan tekanan intra-abdomen.
- Karakteristik Definisi: Kebocoran urin, ketidakmampuan menahan kencing, inkontinensia urin.
2. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
- Luaran yang Diharapkan: Pemeliharaan kontinensi urin, pemeliharaan pola berkemih, pemeliharaan fungsi eliminasi.
- Kriteria Hasil: Frekuensi berkemih normal, tidak ada kebocoran urin, kemampuan menahan berkemih.
3. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
- Intervensi Keperawatan: Manajemen inkontinensia urin, pelatihan otot panggul, pengaturan pola berkemih, perawatan inkontinensia urin.
- Kegiatan: Identifikasi penyebab inkontinensia, anjurkan latihan otot panggul, atur jadwal berkemih, bantu pasien untuk mengontrol kebocoran urin.
Kesimpulan:
Pasien dengan inkontinensia urin pada lansia yang berobat ke puskesmas membutuhkan perawatan yang komprehensif, meliputi diagnosis, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Tujuannya adalah untuk membantu pasien mencapai kontinensi urin, pemeliharaan pola berkemih yang normal, dan pemeliharaan fungsi eliminasi. -
Article No. 9408 | 19 Dec 2024
Klinis : pasien dengan inkontinensia urine pada lansia yang berobat kepuskesmas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis untuk kondisi pasien dengan inkontinensia urine pada lansia yang berobat ke puskesmas, dengan format yang terstruktur dan penjelasan yang detail.
1. Kode ICD-10:
- Kode: R39.81
- Deskripsi: Inkontinensia urine, tidak terspesifikasi
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 88.71
- Deskripsi: Pemasangan kateter urin permanen
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 R39.81 (Inkontinensia urine, tidak terspesifikasi) merupakan kode yang sesuai untuk menggambarkan kondisi inkontinensia urine pada pasien lansia yang berobat ke puskesmas. Kode ini digunakan ketika tidak ada informasi spesifik tentang jenis inkontinensia urine yang dialami oleh pasien.
2. Kode ICD-9-CM 88.71 (Pemasangan kateter urin permanen) adalah kode prosedur yang mungkin digunakan jika tindakan pemasangan kateter urin permanen dilakukan pada pasien dengan inkontinensia urine. Pemasangan kateter urin permanen merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi inkontinensia urine pada pasien lansia.
Dalam kasus ini, pasien dengan inkontinensia urine pada lansia yang berobat ke puskesmas memerlukan evaluasi dan penanganan yang sesuai. Dokter atau perekam medis dapat menggunakan kode ICD-10 R39.81 untuk mendokumentasikan diagnosis utama, dan jika dilakukan tindakan pemasangan kateter urin permanen, kode ICD-9-CM 88.71 dapat digunakan untuk mendokumentasikan prosedur yang dilakukan. -
Article No. 9409 | 19 Dec 2024
Klinis : Awal bulan November 2024 yang tidak akan pernah terlupakan. Suatu malam sepulang kerja tiba-tiba dada terasa sangat berat dengan sesak yang bertambah parah, setelah kurasakan gejala ini sejak hampir 1 bulan lalu. Sesak nafas disertai nyeri dengan batuk berdahak berwarna kehijauan, kini disertai juga dengan rasa demam mengigil. Malam itu sudah tak terhankan lagi, sesak nafas yangbertambah berat bahkan saat akan naik tangga menuju kamarpun rasanya tak mampu lagi disertai malaise hebat. Akhirnya dengan bantuan seorang teman, kumerasakan dinginnya bangsal IGD RS terdekat malam itu. Setelah seorang perawat memeriksaku ternyata didapatkan hasil Keluhan Sesakdengan skala 3 (MRC Dyspneu Scale 0-5) dan saat ini aku merasa nyaman jika berbaring dengan 3– 4 bantal ditumpuk karena rasa sesak ini membuat ku tak bisa tidur akibat mucul orthopneu. Pernafasan cuping hidung/PCH (+), terdapat Hiperventilasi bentuk dada Barel Chest, Frekuensi nafas 28x/menit, retraksi costa (+) dan terdengar suara nafas tambahan wheezing (+), ronchi (+) dengan hasil pemeriksaan oksimetri: SaO2 96%. Saat itu juga perawat mengajarkan Teknik pernafasan Pursed Lip Breathing dan kemudian memasang Simple Mask 5 lpm. Riwayat merokok sejak usia remaja, adanya Riwayat Bronkitis ditambah dengan polusi udara ditempat kerja memperparah kondisi kesehatanku sekarang menurut perawat yang memeriksa. Hasil Rontgen Thorax: Hiperinflasi Paru dan hasil CT-Scan: Emfisema Sentrilobule. Dan menunjukan derajat: FEV1 ≥ 80%: Ringan (GOLD 1). Saat ini aku mendapatkan terapi Nebulizer dengan bronkodilator: Combivent, Aminophilin serta obat obat Ceftazidim, Dexamethasone.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang Anda berikan, dapat disimpulkan bahwa Anda mengalami kondisi yang mengarah pada Diagnosa Keperawatan *Pola Napas Tidak Efektif* menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia).
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Pola Napas Tidak Efektif: Ketidakmampuan untuk bernapas yang mengakibatkan oksigenasi tidak adekuat.
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola napas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
- Faktor yang berhubungan: Gangguan neuromuskuler, gangguan mekanik, keletihan otot pernapasan.
- Gejala dan Tanda: Takipnea, dispnea, penggunaan otot bantu napas, ortopnea, sianosis, dan lain-lain.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pola napas efektif, pertukaran gas adekuat, dan fungsi pernapasan membaik.
- Indikator: Frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada tanda-tanda kegagalan napas, saturasi oksigen meningkat, dan lain-lain.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Manajemen jalan napas, manajemen oksigenasi, manajemen ventilasi, dan terapi farmakologis.
- Contoh intervensi: Lakukan teknik pernapasan pursed lip breathing, berikan oksigen sesuai kebutuhan, pantau tanda-tanda vital, kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologis, dan lain-lain.
Berdasarkan kondisi yang Anda alami, perawat telah melakukan tindakan yang tepat, yaitu memberikan oksigen melalui masker sederhana, mengajarkan teknik pernapasan pursed lip breathing, serta memberikan terapi farmakologis sesuai indikasi. Hal ini sejalan dengan intervensi keperawatan untuk mengatasi Pola Napas Tidak Efektif.