Menunggu hasil...
Tanggal - Diagnosa | |
---|---|
22123 | 2025-10-14 | 07:41:33 |
|
SDKI |
Tn. RH, usia 48 tahun, dirawat di ruang penyakit dalam dengan leukemia. Hasil pengkajian: lemas dan pucat sejak 2 minggu yang lalu, napas terasa sesak, badan memar secara tiba-tiba di tangan dan kaki, riwayat sering mimisan ringan dan demam ringan. Pasien mengalami penurunan napsu makan, berat badan turun 3 kg dalam 1 bulan. Kulit tampak pucat, petechieae di ekstremitas bawah, beberapa ekimosis, konjungtiva anemis, gusi mudah berdarah, suara napas vesikuler, tidak ada edema ekstremitas, CRT < 2 detik. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 112 kali/menit, RR 24 kali/menit, suhu 37,8o C. pemeriksaan laboratorium: Hb 7,4 g/dL, leukosit 78.000 /μL, trombosit 24.000 /μL, hematokrit 22%, LED 65 mm/jam, retikulosit 0,5%. Pemeriksaan BMP: >30% mieloblas, Sumsum hiperseluler, dominasi sel muda, dikonfirmasi Acute Myeloid Leukemia (FAB M2 subtype). Tes koagulasi: PT 17 detik, aPTT 45 detik, D-dimer positif. |
|
DIAGNOSE SDKI: Kondisi: Risiko Perdarahan Kode SDKI: D.0012 Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Risiko Perdarahan didefinisikan sebagai kondisi di mana seorang individu berisiko mengalami kehilangan darah, baik secara internal (tersembunyi di dalam tubuh) maupun eksternal (terlihat dari luar tubuh). Risiko ini menjadi diagnosis keperawatan prioritas pada Tn. RH, seorang pasien berusia 48 tahun dengan diagnosis Acute Myeloid Leukemia (AML), berdasarkan serangkaian data klinis dan laboratoris yang menunjukkan gangguan hemostasis yang signifikan dan berpotensi mengancam jiwa. Patofisiologi risiko perdarahan pada pasien AML seperti Tn. RH bersifat multifaktorial dan kompleks, berakar dari proses keganasan itu sendiri. Leukemia akut ditandai oleh proliferasi klonal sel-sel blas (mieloblas dalam kasus AML) yang tidak terkendali di sumsum tulang. Akumulasi masif sel-sel ganas ini menekan dan menggantikan sel-sel hematopoietik normal, termasuk megakariosit, yang merupakan sel prekursor trombosit. Proses ini, yang dikenal sebagai mieloptisis, menyebabkan kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi komponen darah yang adekuat. Pada Tn. RH, hal ini secara jelas tercermin dari hasil laboratorium yang menunjukkan trombositopenia berat dengan hitung trombosit hanya 24.000 /μL (nilai normal: 150.000-450.000 /μL). Trombositopenia adalah penyebab utama perdarahan pada pasien leukemia. Trombosit memainkan peran krusial dalam hemostasis primer, yaitu pembentukan sumbat trombosit awal di lokasi cedera vaskular. Dengan jumlah trombosit yang sangat rendah, kemampuan tubuh untuk menghentikan perdarahan minor sekalipun menjadi sangat terganggu. Manifestasi klinis dari trombositopenia ini sudah terlihat jelas pada Tn. RH, seperti munculnya petechiae (bintik-bintik merah kecil akibat perdarahan kapiler) di ekstremitas bawah, ekimosis (memar luas), riwayat mimisan ringan, dan gusi yang mudah berdarah. Selain trombositopenia kuantitatif, fungsi trombosit yang tersisa juga bisa terganggu (trombositopati), semakin memperburuk risiko perdarahan. Faktor risiko kedua yang signifikan pada Tn. RH adalah gangguan koagulasi. Hasil tes koagulasi menunjukkan pemanjangan waktu protrombin (PT 17 detik) dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT 45 detik), serta hasil D-dimer yang positif. Kombinasi temuan ini sangat sugestif terhadap adanya koagulopati konsumtif, seperti Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) subklinis atau kronis, yang merupakan komplikasi umum pada AML, terutama subtipe tertentu seperti M3 (promyelocytic), meskipun juga dapat terjadi pada subtipe lain seperti M2 yang diderita Tn. RH. Pada DIC, terjadi aktivasi sistem koagulasi sistemik yang tidak terkendali, |
|
22122 | 2025-10-14 | 07:01:41 |
|
SDKI | Klien usi 25 tahun didagnosa medis tintus sering mendengar bunyi berdenging dan gemuruh di saat suasana hening akibat paparan suara keras. | |
DIAGNOSE SDKI: Kondisi: Gangguan Persepsi Sensori (Pendengaran) Kode SDKI: D.0085 Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Gangguan Persepsi Sensori adalah kondisi di mana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang masuk, yang disertai dengan respons yang berkurang, berlebihan, terdistorsi, atau terganggu terhadap stimulus tersebut. Dalam konteks kasus ini, gangguan persepsi sensori yang dialami adalah pada modalitas pendengaran, yang secara spesifik bermanifestasi sebagai tinitus. Tinitus didefinisikan sebagai persepsi suara tanpa adanya sumber suara eksternal yang nyata. Klien mendengar suara seperti berdenging, berdesis, gemuruh, atau siulan yang bersifat subjektif, artinya hanya dapat didengar oleh klien itu sendiri. Kondisi ini seringkali menjadi lebih jelas atau mengganggu saat berada di lingkungan yang hening, karena tidak ada suara eksternal lain yang dapat menutupi (masking) suara tinitus tersebut. Penyebab utama tinitus pada kasus ini adalah paparan suara keras (noise-induced tinnitus). Paparan suara dengan intensitas tinggi, baik secara akut (misalnya ledakan) maupun kronis (misalnya bekerja di lingkungan bising tanpa pelindung telinga), dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut halus (stereosilia) di dalam koklea (rumah siput) di telinga dalam. Sel-sel rambut ini bertanggung jawab untuk mengubah getaran suara menjadi sinyal listrik yang dikirim ke otak. Ketika sel-sel ini rusak, mereka dapat "bocor" dan mengirimkan sinyal listrik acak ke otak. Otak kemudian menginterpretasikan sinyal-sinyal acak ini sebagai suara, yang kita kenal sebagai tinitus. Selain paparan bising, penyebab lain tinitus dapat mencakup penumpukan serumen (kotoran telinga), infeksi telinga, penyakit Meniere, neuroma akustik, penggunaan obat-obatan ototoksik (misalnya beberapa jenis antibiotik dan diuretik), cedera kepala, serta proses penuaan alami (presbikusis). Secara klinis, tinitus bukan merupakan penyakit, melainkan sebuah gejala dari kondisi medis yang mendasarinya. Dampaknya terhadap kualitas hidup bisa sangat signifikan. Secara psikologis, tinitus yang persisten dapat menyebabkan stres, kecemasan, iritabilitas, dan depresi. Klien mungkin merasa frustrasi dan tidak berdaya karena suara tersebut tidak dapat dihentikan. Gangguan konsentrasi adalah keluhan umum, karena suara internal yang konstan menyulitkan fokus pada pekerjaan atau percakapan. Gangguan tidur (insomnia) juga sering terjadi, karena keheningan malam membuat tinitus terasa lebih keras dan mengganggu, sehingga klien sulit untuk memulai atau mempertahankan tidur. Dalam beberapa kasus, tinitus dapat menyebabkan fobia terhadap keheningan (fonofobia) atau hipersensitivitas terhadap suara normal (hiperakusis). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori pendengaran (tinitus) berfokus pada pendekatan holistik. Perawat perlu melakukan pengkajian mendalam untuk memahami karakteristik tinitus (nada, volume, frekuensi kejadian), faktor pemicu dan pereda, serta dampaknya terhadap fungsi sehari-hari dan status emosional klien. Diagnosis keperawatan "Gangguan Persepsi Sensori" ditegakkan berdasarkan data subjektif utama, yaitu klien melaporkan mendengar suara berdenging atau gemuruh, dan |
AI yang di pakai untuk Halaman ini adalah https://www.anthropic.com/ - Claude 3 Haiku
Claude 3 Haiku unggul dalam tugas berbasis teks dengan akurasi dan efisiensi tinggi. Dirancang untuk keluaran yang cepat dan terfokus serta berkinerja baik dalam lingkungan yang mengutamakan kecepatan.
Claude 3 Sonnet menyeimbangkan kinerja dan kompleksitas, sehingga cocok untuk berbagai aplikasi. Meningkatkan daya ingat dan penalaran, serta mampu memahami dan menghasilkan teks yang lebih kompleks.
Claude 3 Opus menonjol karena hasil mutakhirnya pada evaluasi pembandingan seperti GPQA, MMLU, dan MMMU. Ia dibuat untuk pertanyaan dan tugas kognitif yang lebih menantang, menunjukkan peningkatan dua kali lipat dalam berbagai skenario yang menantang.
Apabila memerlukan Fitur yang lebih canggih maka dapat memesan fitur Model Sonnet, atau yang legih bagus Opus; untuk implementasi di Klinik, atau RS masing-masing hubungi kami di jokoblitar@gmail.com